INFOBARU – Mengantisipasi penyebaran virus Corona (Covid-19) yang semakin meluas di tanah air, pemerintah pusat masih disibukan dengan pembahasan karantina wilayah. Konsep karantina wilayah berbeda dengan konsep lockdown yang ada di beberapa negara.
Keputusan Presiden Nomor 11/2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Keppres ini menegaskan bahwa UU Nomor 6/2018 sebagai acuan untuk semua pemerintah daerah dalam melaksanakan karantina wilayah dengan kriteria-kriteria tertentu, bukan dengan melakukan lockdown.
Akhirnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengurungkan rencananya memberlakukan darurat sipil dalam situasi terkini di Indonesia akibat wabah corona. Sebagai gantinya, dia mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan status darurat kesehatan masyarakat untuk menanggulangi wabah virus corona di Indonesia.
Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Kebijakan tersebut ditetapkan setelah menetapkan Covid-19 sebegai jenis penyakit dan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan masyarakat.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menjelaskan perbedaan antara konsep karantina wilayah dan lockdown. Menurutnya, karantina wilayah merupakan istilah lain dari physical distancing atau social distancing atau pembatasan jarak fisik atau sosial. Sedangkan lockdown berujung pada larangan bagi masyarakat untuk keluar-masuk wilayah tertentu sampai suasana kembali kondusif.
Berikut pengertian karantina wilayah dan lockdown berdasarkan undang-undang, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
1. Undang-Undang
Dalam regulasi di Indonesia tidak mengenal kata lockdown. Kata yang paling dekat dengan definisi lockdown adalah karantina. Terkait karantina, Indonesia telah mengaturnya dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
Berdasarkan UU tersebut, definisi dari karantina, yakni:
Karantina adalah pembatasan kegiatan dan atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi, dan atau pemisahan peti kemas, alat angkut, atau barang apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan atau barang yang mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke orang dan atau barang di sekitarnya.
Pada Pasal 49 ayat 1, karantina dibagi menjadi 4 jenis yaitu: Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, Karantina Wilayah, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh Pejabat Karantina Kesehatan.
Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Penjelasan terkait tata cara pelaksanaan karantina wilayah tertuang dalam pasal sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Karantina Wilayah merupakan bagian respons dari Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(2) Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan kepada seluruh anggota masyarakat di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar anggota masyarakat di wilayah tersebut.
Pasal 54
(1) Pejabat Karantina Kesehatan wajib memberikan penjelasan kepada masyarakat di wilayah setempat sebelum melaksanakan Karantina Wilayah.
(2) Wilayah yang dikarantina diberi garis karantina dan dijaga terus menerus oleh Pejabat Karantina Kesehatan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berada di luar wilayah karantina.
(3) Anggota masyarakat yang dikarantina tidak boleh keluar masuk wilayah karantina.
(4) Selama masa Karantina Wilayah ternyata salah satu atau beberapa anggota di wilayah tersebut ada yang menderita penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi maka dilakukan tindakan Isolasi dan segera dirujuk ke rumah sakit.
Pasal 55
(1) Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
(2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991, karantina hanya dilakukan apabila ada kemungkinan penyebaran suatu penyakit dari satu daerah ke daerah yang lain. Setelah karantina wilayah berlaku, maka akan dilakukan pembatasan gerak orang, alat angkut, dan segala macam barang yang keluar-masuk wilayah tersebut harus melalui pengendalian perimeter dengan bantuan TNI/Polri.
Selain itu, selama waktu karantina, warga dilarang bepergian ke luar rumah. Bila salah seorang warga dari wilayah yang dikarantina kedapatan ke luar rumah tanpa izin, maka bisa dijerat hukuman penjara.
2. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengartikan lockdown sebagai persamaan dari karantina wilayah, seperti yang diungkapkan oleh Pemred KBBI Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, Dora Amalia.
Meski begitu, lockdown dapat diartikan sebagai pembatasan perpindahan orang dan kerumunan di tiap wilayah yang telah ditetapkan, padanan tersebut diambil dari sudut pandang kebahasaan. Ia menambahkan, secara hakikat makna, antara lockdown dan karantina wilayah adalah sama.
“Lockdown itu kurung pada makna dasarnya, mengurung orang supaya tidak pergi ke atau orang luar tidak boleh masuk ke daerah situ. (Sama) karantina wilayah dalam di UU, itu sama,” ujarnya kepada kumparan.com, Senin (30/3/2020).
Sebelumnya, tambah Dora, lembaganya ingin menggunakan padanan kata lain untuk istilah lockdown. Karena sudah ada undang-undangnya, maka merujuk apa yang ada di UU tersebut.
Dalam Bab 1 Pasal 1 UU No. 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, definisi karantina adalah sebagai berikut:
3. Pembatasan Sosial Berskala Besar
Pemerintah telah memilih untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar ( PSBB) dengan menerbitkan peraturan pemerintah dalam rangka mencegah meluasnya Covid-19. Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
PP tersebut disusun sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Menurut UU tersebut, dalam Bab VII Pasal 49 dijelaskan tentang empat jenis karantina. Keempat jenis karantina itu adalah karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan PSBB.
Satu pasal dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 mengatur soal kebutuhan dasar yang harus disiapkan pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan dasar warga. Aturan ini dimuat dalam Pasal 4 Ayat 3. Pasal 4 Ayat 3 berbunyi, pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
Sedangkan Pasal 4 Ayat 1 berbunyi: Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi: a. peliburan sekolah dan tempat kerja; b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Pasal 4 Ayat 2 berbunyi, pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah penduduk.
Dalam PP tersebut juga dijelaskan bahwa pelaksanaan PSBB dilakukan oleh pemerintah daerah dengan persetujuan Menteri Kesehatan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 Ayat 1 yang berbunyi: Dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) MUhadjir Effendy mengatakan, yang dimaksud dengan “memperhatikan kebutuhan dasar” adalah menjamin ketersediaan dan bukan memenuhi kebutuhan. Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah, bisa pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau keduanya.(IB/1)