Hukum dan Kriminal - 19 Juli 2021

Jual Tanah Erfpacht, Feri Tanaya Dituntut 10 Tahun Penjara



Infobaru.co.id, Ambon – Jaksa Penuntut umum Kejati Maluku menuntut 10 tahun penkara kepada terdakwa Fery Tanaya dalam kasus lahan pembangunan PLTMG Namlea tahun 2016.

Sementara Abdul Gafur Laitupa dituntut 8,5 tahun penjara. Keduanya terbukti bersalah melanggar Undang-undang tindak pidana korupsi.

“Kedua terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 2 juncto pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ke-1 KUHP,” kata JPU Achmad  Attamini di dalam amar tuntutan di sidang yang dipimpin Pasti Tarigan selaku hakim ketua cs.

Jaksa juga menuntut pidana badan dimana terdakwa Fery Tanaya juga dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 6, miliar lebih subsider 4,3 tahun kurungan.

Sementara Abdul Gafur Laitupa, dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 9,7 juta.

JPU Achmad Attamimi mengatakan, pihak PLN Unit Induk Pembangunan Maluku pada 2016 melakukan proses pengadaan tanah bagi pembangunan PLTMG yang berlokasi di Dusun Jiku besar, Desa Namlea, Kabupaten Buru.

Untuk kepentingan tersebut, PLN UIP Maluku melayangkan surat kepada pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Buru , selanjut Kepalanya, John George Sen (Alm) secara lisan memerintahkan tersangka AG selaku Kasie Pengukuran di BPN Buru melakukan pengukuran lahan.

Dalam pengukuran tanah seluas 48.000 meter persegi ini, terdakwa Abdul Gafur selaku Kasi Pengukuran di BPN Buru, membuat peta lokasi nomor 02208 tertanggal 16 Juni 2016.

Namun,  tidak sesuai data sebenarnya, karena mencantumkan nomor induk bidang tersebut tetapi berdasarkan komputerisasi ternyata lokasi itu milik Abdul Rasyid Tuanani 645 meter persegi.

“Padahal tanah ini dikuasai oleh negara karena lokasinya merupakan bagian dari tanah erfpacht (hak barat) dan pemegang haknya atas nama Zadrak Wakano (Alm) yang meninggal dunia pada 1981. Pada 1985 terjadi transaksi jual beli antara keluarga waris dengan tersangka FT,” kata Achmad.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, tanah erfpracht tidak bisa dipindah-tangankan, baik kepada ahli waris maupun kepada pihak lain selaku pembeli.

Karena setelah pemegang hak erfpracht meninggal dunia,  maka selesailah kepemilikan atas tanah tersebut dan tidak bisa dikuasai oleh ahli waris tetapi statusnya menjadi tanah yang dikuasai negara.

Sebab yang hanya berhak mengkonversi tanah itu adalah pemegang hak, dalam hal ini almarhum Zadrak Wakano dan seharusnya Zadrak mengkonversi tanah tersebut pada September 1980 selesai pemberlakukan UUPA tahun 1960, namun hal itu tidak dilakukan almarhum.

“Selanjutnya berdasarkan peta lokasi nomor 02208 tertanggal 16 Juni 2016 yang dibuat terdakwa Abdul Gafur, lalu pihak PLN melanjutkan proses pembebasan lahan tersebut,” Jelas JPU.
Usai membacakan amar tuntutan, hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda pledoi majelis hakim. (Ipu)

Beri Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top