Hukum dan Kriminal - 10 Desember 2024

JPU Akui Salah,  PH Minta Hakim Tolak Tuntutan Jaksa

Infobaru.co.id, Ambon – Noija Fileo Pistos selaku Penasehat Hukum Terdakwa  dalam kasus galian C dalam pembacaan Duplik tetap pada dalil-dalilnya sebagaimana telah disampaikan pada Pledoi/Nota Pembelaan dan menyatakan secara tegas menolak semua dalil JPU baik dalam Surat Dakwaan, Surat Tuntutan dan refliknya kecuali terhadap hal-hal yang secara tegas diakui kebenarannya oleh Penasehat Hukum terdakwa dalam sidang Duplik ini, Selasa (10/10/2024).

“Surat tuntutan memuat tuntutan hukuman kepada Terdakwa, surat tuntutan yang benar adalah yang berdasar pada surat dakwaan tanpa adanya kontradiksi atau kelalaian yang memuat uraian kejadian tindak pidana dan tempat kejadian tindak pidana yang disangkakan.

“Perubahan surat tuntutan tidak ditentukan dan tidak dibenarkan dalam hukum acara pidana maupun Peraturan Internal Kejaksaan Agung RI karena surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak bisa diajukan dua kali dalam persidangan, untuk itu jika terdapat kekeliruan setelah surat tuntutan dibacakan, maka untuk mewujudkan keadilan dalam proses acara pidana terhadap diri terdakwa, Penuntut Umum menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim untuk diputuskan,” jelas Noija dalam pembacaan sidang duplik di pengadilan Negeri Ambon.

Dijelaskan, JPU pada hal. 2 poin 1 refliknya telah secara terang benderang mengakui kekeliruannya yang pada pokoknya menyebutkan bahwa Penuntut Umum lewat Reflik ini, mengakui adanya kekeliruan dalam penulisan nama sungai yang seharusnya adalah sungai waeira di Negeri Rohomoni Kec. Pulau Haruku Kab. Maluku Tengah.

“Penuntut umum juga manusia biasa yang mempunyai kelemahan dan keterbatasan yang dapat melakukan, namun dapat dilihat dari surat dakwaan serta selama proses persidangan penuntut umum menunjukan locus delecti dalam perkara ini adalah sungai waeira di negeri Rohomoni Kec. Pulau Haruku Kab. Maluku Tengah,” jelasnya.

Baginya, terhadap pengakuan tersebut, ACHMAD IMAM LAHAYA (B012182057), dalam “Analisis Terhadap Kekeliruan Jaksa Penuntut Umum Dalam Melakukan Perubahan Surat Tuntutan”. (dibimbing oleh Audyna Mayasari Muin dan Dara Indrawati) menyebutkan bahwa perubahan surat tuntutan karena terjadinya kekeliruan/kesalahan pengetikan (clerical error) yang merupakan kesalahan administrasi (kesalahan teknis) dimungkinkan sepanjang dianggap penting dan selama kesalahan itu dimaknai sebagai salah ketik dengan catatan tidak mempengaruhi substansi (artinya tidak mempengaruhi hukuman), maka dapat direvisi melalui renvoi karena pada prinsipnya kesalahan administrasi (kesalahan teknis) bukan merupakan permasalahan hukum, terkait hal tersebut Penasehat Hukum Terdakwa berpendapat bahwa :

1. Bahwa Kekeliruan penyebutan locus delicti oleh JPU dalam perkara a quo sangat fatal dan berdampak secara langsung tehadap dugaan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa serta sangat mempengaruhi hukuman yang didapat oleh terdakwa, bahwa seseorang tidak bisa dituntut/dipidana dan dihukum atas perbuatan yang terjadi pada lokasi/tempat yang tidak terdakwa lakukan;

2. Bahwa berdasarkan fakta persidangan, hingga Duplik ini kami ajukan, JPU tidak pernah mengajukan revisi melalui renvoi sebagaimana dimaksud sehingga kekeliruan tersebut harus diakui sebagai fakta yang kebenarannya tidak dibantah bahkan telah diakui langsung oleh JPU.

“Pengakuan dalam hukum pidana adalah suatu konsep yang kompleks dan multifaset. Dari sudut pandang yuridis, pengakuan adalah suatu bukti yang kuat dalam proses peradilan. Dari sudut pandang filosofis, pengakuan adalah suatu bentuk pengakuan atas kesalahan dan tanggung jawab moral. Namun, penting untuk memastikan bahwa pengakuan diperoleh dengan cara yang adil dan sah, dan tidak melanggar hak asasi manusia, bahwa Pengakuan JPU atau kekeliruan dalam tuntutannya telah dinyatakan secara adil dan sah serta tidak melanggar hak asasi manusia,” terangnya.

Bahwa berdasarkan seluruh uraian dan sesuai fakta persidangan yang telah terungkap serta berdasarkan pengakuan JPU terutama mengenai adanya kekeliruan yang menyebabkan terjadinya Kontradiksi/pertentangan antara Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan rekan JPU.

“Kami Penasehat Hukum terdakwa memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar mempertimbangkan Duplik/Taggapan ini dan memohon kiranya memutus perkara ini, dengan amar :

1. Menerima seluruh Duplik/Tanggapan Penasehat Hukum Terdakwa;

2. Menyatakan Bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diuraikan dalam Surat Tuntutan rekan JPU;

3. Menyatakan mengembalikan seluruh berkas perkara dalam perkara a quo kepada Jaksa Penuntut Umum;

4. Menyatakan bahwa terdapat kontradiksi/pertentangan dalam dalil antara Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan sehingga menyebabkan Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan menjadi kabur (obscuur lible)

5. Menyatakan bahwa Dakwa Tidak Dapat diterima dan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. (Ipu)

To Top