Infobaru.co.id, Ambon – Pengadilan Negeri Ambon kembali menggelar sidang dugaan rangkap jabatan yang dilakukan Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku, Rasyad Effendi Latuconsina ricuh, Kamis (19/1/2023).
Sidang yang dipimpin Majelis Hakim, Martha Maitimu itu beragendakan pembacaan penetapan pencabutan tuntutan, rupanya tidak terima massa tergugat.
Sayangnya sidang tersebut berakhir ricuh, usai Hakim membacakan pencabutan gugatan dan menutup sidang di ruang sidang Tirta Pengadilan Negeri Ambon.
Agenda sidang perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) tergugat kepala pemerintah Negeri Pelauw yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD provinsi Maluku.
Sidang dengan no registrasi perkara 307/Pdt.g/Pmh/2022/pn.ambon. Sidang dengan agenda penunjukan hakim mediator namun sebelum penunjukan hakim mediator pihak kuasa hukum para penggugat telah mencabut gugatan secara tulisan melalui PTSP pengadilan negeri Ambon dan pada tanggal 19 Januari.
Majelis hakim pemeriksa perkara menetapkan pencabutan gugatan didepan persidangan karena merupakan hak dari para penggugat untuk mencabut gugatan sebelum masuk di pokok perkara yaitu pembacaan gugatan.
“Bahwa telah di tetapkan oleh mejelis hakim pemeriksa perkara perdata pmh 307 bahwa gugatan telah dicabut oleh penggugat terjadi kericuhan dan keributan setalah pembacaan penetapan pencabutan perkara selesai dibacakan.
Masa pendukung Latuconsina melakukan aksi keributan dan aksi onar lainnya didepan persidangan dan majelis hakim sempat melihat hal tersebut,” ungkap Abdul Safri Tuakia ketua tim hukum penggugat kepada media kemarin.
Aksi kekerasan penganiayaan dan pelecehan terhadap pengadilan ini mengakibatkan pemukulan dan penganiayaan terhadap pengacara penggugat penggugat Un Latuamury dan seorang remaja 17 tahun bernama Marwan Tuahena.
“Marwan di keroyok didepan ruang Tirta sampai di dalam ruang sidang, Marwan lari mengamankan diri Marwan dipukul sampai baju sobek dan Lebak juga luka di bagian dada leher dan hidung.
Sementara pengacara Un Latuamury di pukul dan di aniaya di bagian wajah dan dada oleh perempuan masa pendukung dari tergugat,” tegasnya.
Tindakan pemukulan, penganiayaan, dan pelecehan terhadap pengadilan secara brutal yang dilakukan oleh masa pendudukan Raja Negeri Pelauw adalah salah satu preseden buruk terhadap proses mencari keadilan di Pengadialan Negeri Ambon.
“Kita berada di negara hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum tindakan pelecahan terhadap institusi pengadilan adalah Tindak ini adalah tindakan main hakim sendiri dan wujud kontemp of court yang nyata dan sangat jelas juga terang banyak saksi dan video yang beredar sebagai bukti,” bebernya.
Contempt of court dan tindakan brutal pemukulan di depan ruang sidang Pengadilan Negeri Ambon telah menodai kesakralan pengadilan itu sendiri ini bukan di hutan rimba siapa kuat dia menang ini adalah negara hukum dan institusi pengadilan yang seenaknya bisa melakukan aksi ribut dan brutal oleh masa pendukung tergugat.
Sementara pihak korban telah melakukan pelaporan polisi di SPKT Polresta PP Ambon dan PP lease. Bukti video sudah sangat nyata dan jelas pelaku contempt of court dan penganiayaan.
“Kami berharap polisi dapat bertindak tegas dan pelaku penganiayaan dan contempt of court segera di tahan dan diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya lagi.
Apabila polisi tidak menindak tegas pelaku maka preseden buruk terhadap dunia peradilan di Maluku dan Indonesia.
Tindakn brutal masa pendukung tergugat melanggar Pasal 207 KUHP contemp of court Barang siapa dengan sengaja dimuka umum, dengan lisan atau tulisan menghina sesuatu kekuasaan yang ada di Negara Indonesia atau sesuatu majelis umum yang ada disana, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,– (pasal 207 K.U.H.P.)
Pasal 351 KUHP Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500. 2. Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun. (Ipu)