Opini - 28 Desember 2022

Refleksi Perjuangan untuk Generasi Muda Rohomoni

Catatan Kaki Oleh

Ahmad Mony: Kapitan Merah dari Mandalise

Infobaru.co.id, Ambon – Hari ini kita menyaksikan sebuah realitas sosial-politik kehadiran kembali sosok Jago Toea Abdul Muthalib Sangadji (AMS) dalam lanskap pergulatan sejarah modern Indonesia melalui wacana pengusungan tokoh pergerakan nasional ini sebagai Pahlawan Nasional. Realitas ini bukan sebuah kebetulan dalam kacamata sejarah, namun bermula dari sebuah penomena sosial yang digagas dan dijalani oleh seorang cicit ideologis AMS yang bernama Muhammad Kamil Mony. Gagasan dan tindak aksi dalam skala kecil mengusung cita juang sang kakek telah mengubah penomena sosial itu menjadi sebuah gerakan sosial yang luas dan masif, atraktif juga impresif memanfaatkan semua media komunikasi digital maupun platfofm media sosial yang tersedia.

AMS kini tidak hanya dikenal sebagai sosok anak manusia di kampung halamannya maupun di tapak-tapak juangnya, namun sudah dikenal di seantero Maluku bahkan nasional. Semua orang dari berbagai kelas sosial mengenal dan membicarakan sosok AMS, mulai dari rakyat biasa, aktifis, mahasiswa, politisi, birokrat, wakil rakyat, sejarawan hingga tokoh nasional. Bahkan buah dari diskursus AMS telah mengispirasi pimpinan IAIN Ambon untuk menyematkan nama sosok ini dalam rencana perubahan statuta IAIN Ambon menjadi Universitas Islam Negeri AMS (UIN AMSA).

Ya, tidak ada kebetulan dalam sebuah aliran sejarah. Sejarah bergerak dinamis dalam guratan pena semesta atau minimal karena desain dan goresan tangan anak manusia. Kamil Mony, anak muda Maluku yang menamatkan pendidikan dan karier advokatnya di belantara Jakarta nekat meninggalkan kemapanan dan masa depan di ibukota itu semua untuk sebuah sumpah yang harus dipenuhi, yakni AMS harus menjadi pahlawan nasional, atau dalam bahasa keren sekarang AMS Harga Mati Pahlawan Nasional.

Manakala kebanyakan orang selalu menyerah dalam berjuang karena mengeluhkan kendala pembiayaan dan akomodasi, sang anak muda tetap optimis menatap langkah juangnya tanpa keluh kesah dengan keteguhan hati dalam semboyan, “Memperjuangkan AMS Pahlawan Nasional dengan Nol Rupiah”. Begitupun ketika banyak sahabat dan rekan sejawat mencemooh langkah juangnya, ia tetap teguh menata rencana aksi juangnya sambil lalu tersenyum kepada mereka. Kamil Mony memiliki semboyan unik, “Kou Menamu Ehe Hale Murimu”, fokus menatap ke depan menyelesaikan semua rencana juang yang harus diselesaikan dan jangan terbebani dengan kesia-siaan yang diomongkan orang dari belakang.

Kamil Mony, anak muda berpendidikan Jakarta, aktifis hebat, dan advokat muda telah membuktikan cita juangnya di jalan ini tanpa kenal lelah dan putus harapan. Sifat dan karakternya adalah refleksi juang sang kakek di era kemerdekaan dan menurun secara biologis dan ideologis dalam diri Kamil Mony si Jago Moeda Tanah Maluku di era modern. Jago Moeda Kamil Mony telah mempersembahkan sebuah kebanggaan baru bagi daerahnya Maluku, bagi tanah leluhurnya Hatuhaha, bagi negerinya Rohomoni, juga bagi keluarga besarnya.

Si Jago Moeda Kamil Mony bak elang yang terbang bebas mengangkasa sendirian mengikuti niat dan kata hatinya untuk menuntaskan target juang menghidupkan kembali spirit AMS yang lama terkubur oleh konspirasi sejarah serta dilupakan oleh jaman. Si Jago Moeda pantang didikte oleh jaman dalam arus juangnya bak gerombolan bebek yang dipandu pawangnya. Memang, secara sosiologis ada tipe manusia yang merasa hebat ketika berdiri diatas pundak para raksasa, ketimbang berjuang sendiri untuk menjadi seorang raksasa sejati.

Aksi juang Si Jago Moeda Kamil Mony memperjuangkan AMS Si Jago Toea dalam ketersambungan rantai sejarah Indonesia menuju pengakuan dan penetapan Pahlawan Nasional merupakan pembuktian diri bahwa berjuang jangan setengah hati, tidak tergoda harta dan kekuasaan, juga pantang didikte dalam bertindak untuk sebuah kebenaran. (*)

To Top