Daerah - 6 Desember 2022

MDR Minta Pj. Bupati Buru Hentikan Kontrak Minyak Kayu Putih Dengan PT. Nusa Gelang

Info baru.co.id, Buru – Ketua Partai Nasdem Kabupaten Buru, Muhamad Daniel Regan (MDR) meminta Penjabat Bupati, Dr. Jalaludin Salampessy  dan Ketua DPRD Buru  menghentikan kontrak dengan PT. Nusa Gelang.

Pasalnya setoran Rp. 400 juta pertahun dari hasil minyak kayu putih sangat merugikan daerah dan tidak masuk akal, apalagi sampai meminta penyertaan modal dari daerah. Pernyataan ini disampaikan MDR via telepon seluler kepada Info Baru, Selasa (6/12)

Tanggapan  ini muncul setelah ada pemberitaan dari Direktur PT. Nusa Gelang, Rifai Duila yang menyatakan sesuai kontrak, PT. Nusa Gelang menyetor Rp. 4 ratus juta pertahun ke Pemda dan kontarknya berjalan selama 5 tahun.

“Saya sebagai pimpinan partai minta Penjabat Bupati, Ketua DPRD dan seluruh anggota DPRD Kabupaten Buru untuk  menghentikan dan meninjau kembali kontrak kerja dengan PT. Nusa Gelang. Buka lelang secara umum kepada swasta atau swastanisasi sehingga  ada  nilai kontak yang lebih tinggi. Setoran PAD murni  minyak kayu putih Rp. 4 ratus juta dari 103 buah ketel itu sangat miris dan perlu dicurigai kalau masih dipertahkan,” ungkap MDR.

Ia menjelaskan, yang namanya kontrak, mau produksi atau tidak produksi itu bukan urusan daerah, yang penting ketel itu produktif bisa dikelola, artinya row matrial (bahan baku) ada,  tiap tahun daerah tetap menerima setoran sesuai jumlah yang tertera dalam kontrak tidak boleh kurang.

Ia melanjutkan, kalau  kontrak tidak segera dihentikan maka patut  dicurigai. “Sampai tahun 2023 nanti kalau kontrak kerja tidak dihentikan maka saya akan meminta fraksi saya di DPRD untuk memperjuangkannya, saya juga berharap adanya dukungan dari fraksi lain. Kalau mereka tidak mendukung maka mereka juga perlu dipertanyakan”, papar MDR

Lanjut MDR, kalau 103 ketel minyak kayu putih itu dilelang dan ada penawaran tertinggi di atas 1 milyar pertahun maka daerah akan sangat diuntungkan. Belum lagi PAD dari sumber-sumber lain.

Ia berilustrasi, BUMD yang milik daerah itu kalau ibarat sebuah usaha restoran maka seharusnya keuntungannya lebih besar karena dikelola sendiri, tidak ada kontrak bangunan dan sebagainya. Jadi kalau sampai BUMD itu tidak mendatangkan keuntungan, maka sesegera mungkin dilelang kepada pihak swasta.

“Kalau nilai kontrak Rp. 400 juta  pertahun dibagi 103
ketel, hitungan 1 ketel yang disetor ke daerah hanya Rp. 3.800.000 pertahun. Kalau 1 tahun dua kali masak (panen) maka hitungannya 1 kali masak bayar ke daerah Rp. 1.900.000 setara dengan 9 botol ukuran botol bir,” ujar MDR.

Sebagai ketua partai, sirinya memandang perlu melakukan perbaikan management pengelolaan keuangan daerah.

“Daerah kita lagi devisit, jadi harus optimalkan semua aset daerah dengan benar dan profesional agar bisa menunjang pendapatan asli daerah,” ujarnya. (Red)

To Top