Oleh:
Izhar Ma’sum Rosadi (Ketua Umum DPP LSM BALADAYA)
Infobaru.co.id, Bekasi – Salah satu program prioritas pembangunan nasional (PN) 3 adalah Pengentasan Kemiskinan. Dalam satu dekade terakhir ekonomi Indonesia tumbuh positif. Namun, elastisitasnya terhadap tingkat kemiskinan menurun sehingga laju penurunan kemiskinan cenderung melambat. Hal ini terjadi antara lain karena sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi seperti sektor keuangan dan jasa bukan merupakan sektor andalan penghidupan bagi masyarakat miskin dan rentan. Sebagai contoh, sektor pertanian yang menjadi tumpuan penghidupan mayoritas tenaga kerja, khususnya tenaga kerja miskin, memiliki produktivitas yang rendah serta kontribusi terhadap PDRB yang cenderung menurun.
Kemiskinan masih menjadi persoalan bangsa yang ditunjukkan dengan kurva persentase kemiskinan yang menurun, namun dengan laju yang kian melambat. Hal ini menunjukkan belum berhasilnya upaya Pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Selain itu aspek pemerataan pendapatan masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah dan segenap elemen bangsa.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas informasi yang diberikan, mengenai Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja atas Upaya Pemerintah Daerah untuk Menanggulangi Kemiskinan Tahun Anggaran 2021 pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat di Bandung, LHP nomor: 29/LHP/XVIII.BDG/05/2022 Tanggal : 23 Mei 2022.
Kemiskinan tidak lahir dengan sendirinya ada beberapa penyebab yang dapat menjadikan seseorang atau masyarakat menjadi miskin.
Menurut Syaifuddin (2007:66) Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan. Kemiskinan alamiah terjadi akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah, dan bencana alam.
Lalu kemudian kemiskinan buatan ini terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia hingga mereka tetap miskin. Oleh karena itu Negara harus hadir guna melakukan pemerataan akses sarana ekonomi.
Penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah pusat serta pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat. Penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan mempertimbangkan empat prinsip utama penanggulangan kemiskinan yang komprehensif, yaitu perbaikan dan pengembangan sistem perlindungan sosial, peningkatan akses pelayanan dasar, pemberdayaan kelompok masyarakat miskin, dan pembangunan yang inklusif.
Mengacu kepada prinsip utama tersebut, penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan strategi mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro serta kecil, serta membentuk sinergi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Kebijakan yang tepat sangat diperlukan dalam melaksanakan upaya penanggulangan kemiskinan yang efektif melalui program/kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk mencapai tujuan penanggulangan kemiskinan, yaitu mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat. Kebijakan tersebut mencakup regulasi dan perencanaan yang menjadi pedoman dan acuan dalam melaksanakan upaya penanggulangan kemiskinan.
Permasalahan dalam Penanggulangan Kemiskinan pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Hasil pemeriksaan BPK RI atas upaya pemerintah daerah untuk menanggulangi kemiskinan tahun 2021 pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menunjukkan kelemahan-kelemahan atas kebijakan dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang dapat diuraikan sebagai berikut.
Pertama, pemerintah provinsi Jawa Barat belum sepenuhnya memiliki kebijakan yang memadai dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam paragraf penjelas, BPK RI menguraikan bahwa pemprov Jabar belum sepenuhnya menyelaraskan upaya penanggulangan kemiskinan dengan kebijakan Pemerintah Pusat; Pemprov Jabar belum sepenuhnya mengkoordinasikan kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan kebijakan pemerintah kabupaten/kota; Pemprov Jabar belum sepenuhnya mengkoordinasikan kebijakan penanggulangan kemiskinan di antara satuan kerja terkait di bawah kendalinya dan institusi lain yang terkait; Pemprov Jabar belum sepenuhnya mengakomodasi aspirasi, harapan, dan kebutuhan masyarakat dalam kebijakannya; Proses cascading kebijakan penanggulangan kemiskinan belum sepenuhnya sesuai ketentuan, terukur, dan sistematis; dan Pemprov Jabar belum sepenuhnya menerapkan pengendalian intern yang memadai untuk memastikan penyusunan kebijakan penanggulangan kemiskinan mendukung pencapaian target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Atas hal itu mengakibatkan Pemprov Jabar tidak memiliki dokumen perencanaan penanggulangan kemiskinan yang komprehensif sebagai pedoman bagi Perangkat Daerah untuk melaksanakan program dan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun rencana penanggulangan kemiskinan periode lima tahunan dan satu tahunan; Harmonisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan kabupaten/kota belum optimal; Kebijakan penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Barat belum dilaksanakan secara konvergen; Kebijakan yang disusun belum sepenuhnya memberikan manfaat kepada masyarakat yang telah mengusulkan program/kegiatan; dan Pemprov Jabar belum dapat mencapai target tingkat kemiskinan yang ditetapkan.
Hal tersebut di atas disebabkan; Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Jawa Barat belum melaksanakan fungsinya dalam menyusun Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah (RPKD) dan Rencana Aksi Tahunan (RAT); TKPK Provinsi Jawa Barat belum optimal dalam melaksanakan fungsi harmonisasi kebijakan dan pemadanan program penanggulangan kemiskinan; TKPK Provinsi Jawa Barat belum optimal dalam melaksanakan fungsi koordinasi pelaksanaan program bidang penanggulangan kemiskinan; Bappeda tidak menyosialisasikan jadwal penginputan usulan program/kegiatan kepada pihak di luar perangkat daerah; Sebelas perangkat daerah yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan belum menyusun Renja sesuai dengan ketentuan; dan Tujuh perangkat daerah yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan belum menyusun profil risiko dan mitigasi risiko.
Berdasarkan temuan di atas, BPK merekomendasikan Gubernur Jawa Barat agar menginstruksikan: TKPK untuk menyusun RPKD dan RAT serta melakukan harmonisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan pemerintah kabupaten/kota, serta lebih optimal dalam melakukan koordinasi terkait penanggulangan kemiskinan; Kepala Bappeda untuk melakukan sosialisasi jadwal penginputan usulan program/kegiatan; dan Kepala Perangkat Daerah terkait untuk menyusun profil risiko dan mitigasi risiko, serta Renja sesuai dengan ketentuan.
Kedua, pemerintah Provinsi Jawa Barat belum sepenuhnya melaksanakan upaya penanggulangan kemiskinan secara tepat hasil. Dalam paragraf penjelas, BPK RI menguraikan bahwa pemprov Jabar belum sepenuhnya melaksanakan program/kegiatan penanggulangan kemiskinan tepat jumlah sesuai dengan rencana yang ditetapkan; Pemprov Jabar dalam melaksanakan program penanggulangan kemiskinan belum sepenuhnya menghasilkan manfaat yang nyata bagi penerima manfaat; dan Pemprov Jabar belum sepenuhnya melaksanakan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan program/kegiatan penanggulangan kemiskinan untuk memastikan pencapaian tujuan penanggulangan kemiskinan yang direncanakan.
Hal tersebut di atas mengakibatkan; tujuan program/kegiatan BLTD Kemiskinan Ekstrem, Bansos al Kelompok Usaha Bersama Fakir Miskin (KUBE-FM), Hibah KETM, dan Hibah Smart Fishing berpotensi tidak tercapai; terdapat 620 penerima manfaat yang tergabung dalam 62 kelompok yang tidak dapat segera memanfaatkan bansos KUBE-FM untuk modal usaha; pemprov Jabar belum dapat menilai capaian keberhasilan program penanggulangan kemiskinan tahun 2021; dan Gubernur belum mendapatkan informasi yang komprehensif terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan tahun 2021 di Provinsi Jawa Barat.
Hal tersebut di atas disebabkan; Data yang digunakan sebagai dasar penetapan penerima BLTD Kemiskinan Ekstrem belum sepenuhnya akurat; Dinas Sosial kurang optimal dalam memberikan sosialisasi terkait tata cara penginputan pengajuan dan profil calon penerima Bansos KUBE-FM; Dinas Pendidikan belum melakukan upaya kajian/analisis untuk menentukan besaran bantuan yang sesuai bagi siswa penerima Hibah Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM) dan mempertimbangkan kriteria calon penerima Hibah KETM yang telah mendapatkan bantuan pendidikan lainnya; Dinas Sosial tidak menetapkan Pendamping KUBE-FM pada tahun 2021; Dinas Sosial tidak berkoordinasi dengan dinas teknis kabupaten/kota dalam menyelenggarakan pelatihan/bimbingan teknis atas usaha kelompok; Penyedia belum memberikan pelatihan terkait cara mengoperasionalkan alat smart fishing ketika digunakan; Teknologi pada fitur-fitur unggulan yang ditawarkan oleh alat smart fishing belum sepenuhnya mampu menjawab kebutuhan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan; Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Dinas KUK belum optimal dalam melaksanakan fungsinya terkait monev atas program/kegiatan yang telah dilaksanakan; dan TKPK Provinsi Jawa Barat belum sepenuhnya melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal dalam melaksanakan dan menyusun laporan monev melalui Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Tahun 2021.
Oleh karena itu BPK merekomendasikan Gubernur Jawa Barat agar menginstruksikan: 1) Kepala Dinas Sosial untuk; melakukan pemutakhiran data penerima BLTD Kemiskinan Ekstrem melalui koordinasi lebih intensif dengan Kementerian Sosial dan pemerintah kabupaten/kota; melakukan sosialisasi terkait tata cara penginputan pengajuan dan profil calon penerima Bansos KUBE-FM; menetapkan Pendamping KUBE-FM atau berkoordinasi dengan dinas teknis kabupaten/kota dalam menyelenggarakan pelatihan/bimbingan teknis atas usaha kelompok; dan menetapkan Tim Monev, menyusun instrumen monev BLTD Kemiskinan Ekstrem dan melaksanakan monev Bansos KUBE-FM. 2) Kepala Dinas Pendidikan untuk melakukan upaya kajian/analisis untuk menentukan besaran bantuan yang sesuai bagi siswa penerima Hibah KETM dan mempertimbangkan kriteria calon penerima Hibah KETM yang telah mendapatkan bantuan pendidikan lainnya, serta menetapkan Tim Monev; 3) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan untuk menetapkan Tim Monev serta mengajukan usulan pelatihan penggunaan alat smart fishing dan penyempurnaan fitur kepada Penyedia; 4) Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil (KUK) untuk melaksanakan monev secara berkala; dan 5) TKPK untuk menetapkan Tim Monev, melaksanakan monev secara berkala, dan menyusun LP2KD.
Ketiga, pemerintah provinsi Jawa Barat belum sepenuhnya memberdayakan masyarakat miskin dengan tepat dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam paragraf penjelas, BPK RI menguraikan bahwa; pemprov Jabar dalam melaksanakan program/kegiatan penanggulangan kemiskinan belum sepenuhnya memiliki kegiatan pendukung yang memiliki atribut atau instrumen pelengkap untuk pemanfaatan bantuan secara produktif; pemprov Jabar belum sepenuhnya melakukan upaya peningkatkan kualitas pengetahuan dan keterampilan masyarakat miskin untuk berwirausaha; dan pemprov Jabar belum sepenuhnya mengidentifikasi dan memanfaatkan modal wilayah dalam skema pemberdayaan masyarakat.
Hal tersebut di atas mengakibatkan; Kelompok Penerima Manfaat (KPM) belum sepenuhnya dapat menggunakan bantuan yang diterima untuk kegiatan produktif dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya; dan tiga KUBE-FM dan penerima bantuan Hibah Smart Fishing belum mendapatkan manfaat yang optimal dari bantuan yang diterima.
Hal tersebut disebabkan karena; Dinas Sosial belum mempertimbangkan atribut atau instrumen pelengkap untuk meningkatkan pemanfaatan bantuan secara produktif melalui sosialisasi kepada KPM BLTD Kemiskinan Ekstrem; Dinas Rumkim belum mempertimbangkan atribut atau instrumen pelengkap untuk meningkatkan pemanfaatan bantuan secara produktif melalui penentuan alokasi komposisi bantuan sosial Rutilahu; Dinas Sosial tidak menetapkan Pendamping KUBE-FM pada tahun 2021; Dinas Sosial tidak berkoordinasi dengan dinas teknis kabupaten/kota dalam menyelenggarakan pelatihan/bimbingan teknis dan pendampingan secara berkelanjutan kepada kelompok; Dinas Kelautan dan Perikanan tidak mempertimbangkan adanya kegiatan / subkegiatan penyelenggaraan pelatihan/bimbingan teknis dan pendampingan secara keberlanjutan kepada nelayan dalam dokumen perencanaan; dan Dinas Sosial belum sepenuhnya mengidentifikasi dan memanfaatkan modal wilayah dalam skema pemberdayaan masyarakat miskin dalam melaksanakan program Bansos KUBE-PM.
BPK merekomendasikan Gubernur Jawa Barat agar menginstruksikan; Kepala Dinas Sosial untuk mempertimbangkan atribut atau instrumen pelengkap untuk meningkatkan pemanfaatan bantuan secara produktif melalui sosialisasi kepada KPM BLTD Kemiskinan Ekstrem dan mengidentifikasi serta memanfaatkan modal wilayah dalam skema pemberdayaan masyarakat miskin dalam melaksanakan program Bansos KUBE-FM; Kepala Dinas Rumkim untuk mempertimbangkan atribut atau instrumen pelengkap dalam meningkatkan pemanfaatan bantuan secara produktif melalui penentuan alokasi komposisi bantuan sosial Rutilahu; dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat untuk mempertimbangkan adanya kegiatan/subkegiatan penyelenggaraan pelatihan/bimbingan teknis dan pendampingan secara berkelanjutan kepada nelayan dalam dokumen perencanaan.
Penutup
Berdasarkan pada pengidentifikasian permasalahan penanggulangan kemiskinan di provinsi Jawa Barat di atas, kami meminta; pertama, Kepada Badan Akuntabilitas keuangan Negara (BAKN) DPD RI agar mendorong pemerintahan Provinsi Jawa Barat untuk menyelesaikan semua rekomendasi yang telah diberikan oleh BPK RI; Kedua, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia agar meningkatkan pendampingan dan pembimbingan dalam rangka suksesi program pembangunan nasional Pengentasan Kemiskinan. Pemerintah Indonesia menaruh perhatian besar pada program penanggulangan kemiskunan ekstrem. Hal itu ditunjukkan oleh adanya Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem; Dan ketiga, Pemerintahan provinsi Jawa Barat agar “tidak main-main” dalam menjalankan program penanggulangan kemiskinan dan menjalankan intruksi presiden RI Nomor 4 tahun 2022. (*)