Oleh:
Izhar Ma’sum Rosadi, Warga kabupaten Bekasi
Infobaru.co.id, Bekasi – Kemarin, ada seorang teman, “abang”, nanya kenapa sikap kritis di masyarakat hilang? Dia bilang dulu banyak yang menyoroti penyelenggaraan pemerintahan, sekarang kok pada maklum, apakah sudah ikut berkuasa, Pak? Bagaimana evaluasi bapak atas kepemimpinan Dani Ramdan (DR) penjabat Bupati Bekasi?. Saya jawab, tidak seperti itu, masih ada aktivis yang kritis, dan berada di luar kekuasaan.
Mungkin pertanyaan teman ini mewakili banyak suara hati silent Citizen (warga Negara yang ada perhatian tentang penyelenggaraan pemerintahan, namun tidak koar-koar). Sekarang ini masalahnya, sikap kritis pun dimatikan dengan stigma buzzer.
Concerned-Citizen yang diwakili kaum intelektual dan masyarakat sipil, yang diharapkan sebagai suara seperti pertanyaan mbak ini, pada dasarnya menjadi Tanya atas ideology reformasi itu sendiri.
Kita ketahui bahwa DR pada mulanya menjabat sebagai Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat. Pada Senin (23/5/2022), DR menjabat sebagai Pj Bupati Bekasi yang ditinggalkan Ahmad Marjuki selaku kepala daerah definitif yang habis masa jabatannya.
Sebagai catatan, ini adalah kali kedua Dani Ramdan menjadi penjabat Bupati Bekasi. Kepala BPBD Jabar itu diketahui pernah menjadi penjabat Bupati Bekasi sebelum Ahmad Marjuki ditunjuk Gubernur Ridwan Kamil sebagai plt Bupati Bekasi.
Bagi saya, simple, terhadap pertanyaan bagaimana evaluasi saya terhadap pemerintahan daerah kabupaten Bekasi yang dipimpin Dani Ramdan. Saya hanya akan melihat dari sisi Transparansi Anggaran PTSL dan Akuntabilitas penyelenggaraan keuangan daerahnya. Ini soal literasi public bagi saya. Dan itu kontribusi saya sebagai warga memberikan alert bagi penyelenggara pemerintahan.
Transparansi bukan merupakan hal yang baru dalam konsep kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketika setiap program kegiatan dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholder yang ada dan dilaksanakan secara terbuka dengan mengharapkan masukan-masukan sebagai partisipasi dari publik, maka sebenarnya prinsip-prinsip transparansi telah telah terimplementasi dengan baik.
Dalam realitas, transparansi seakan hanya merupakan slogan untuk mendapat dukungan publik, namun dibalik semua itu transparansi sebenarnya hanya merupakan accessories (penunjang) program sebagai pendukung untuk menarik minat publik itu sendiri. Karena kenyataannya tidak ada satupun pemimpin yang siap secara vulgar membicarakan kondisi kepemerintahannya (kecuali hal-hal berkaitan dengan keselamatan negara, hak-hak pribadi dan rahasia jabatan), kendati system keperintahannya semakin rapuh. Sementara tradisi kritis dan mekanisme control semakin tabu karena kekuatiran disorot atau “dicerong”, sehingga tidak heran banyak Silent Majority. Oleh sebab itu, ide apapun yang dituangkan dalam grand desain dalam kebijakan seorang pemimpin dalam system pemerintahan daerah tidak akan bermanfaat sedikitpun, bila prinsip dan nilai transparansi tidak diimplementasikan dalam kerja-kerja organisasi.
Hingga saat ini transparansi anggaran juga menjadi hal paling mendapatkan sorotan.
Pertama, soal Traansparansi Anggaran PTSL.
PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) merupakan wujud pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah masyarakat. Selain itu nantinya masyarakat yang telah mendapatkan sertipkat dapat menjadikan sertipikat tersebut sebagai modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan hidupnya.
Dalam perkembangannya, Pendaftaran Tanah Sistematis yang dilaksanakan desa demi desa di wilayah kabupaten dan kelurahan demi kelurahan di wilayah perkotaan yang meliputi semua bidang tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menjadi Kebijakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Kebijakan ini menjadi Program Strategis Nasional dengan konsep membangun data bidang tanah baru dan sekaligus menjaga kualitas data bidang tanah yang ada agar seluruh bidang-bidang tanah terdaftar lengkap dan akurat.
Sabarudin Hulu, Asisten Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah (2018) dalam tulisannya yang berjudul ” Cegah Maladministrasi dalam penyelenggaraan program PTSL”, menguraikan bahwa Aturan terkait pelaksanaan program PTSL, seyogianya sudah jelas.
Bahkan telah terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang meliputi Menteri Agraria dan Tata ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor: 25/SKB/V/2017, Nomor: 590-3167A Tahun 2017, Nomor: 34 Tahun 2017 tanggal 22 Mei 2017 tentang pembiayaan persiapan pendaftaran tanah sistematis. SKB 3 Menteri sudah ditentukan biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat peserta PTSL.
Untuk wilayah Kategori I sebesar Rp. 450.000, Kategori II sebesar Rp. 350.000, Kategori III Rp. 250.000, Kategori IV Rp. 200.000, Kategori V Jawa dan Bali biaya yang ditanggung masyarakat sebesar Rp 150.000. Rinciannya untuk pembiayaan penggandaan dokumen, pengangkutan dan pemasangan patok, transportasi petugas kelurahan/desa dari kantor kelurahan/desa ke kantor pertanahan dalam perbaikan dokumen yang diperlukan.
Lalu kemudian, BPK RI dalam laporan Hasil Pemeriksaan tentang PTSL bahwa dalam paragraph penjelas menguraikan bahwa Program PTSL tidak dipungut biaya. Peserta PTSL hanya dibebankan biaya pra PTSL yang digunakan untuk membayar kegiatan penyediaan dokumen (surat tanah untuk tanah yang belum memiliki surat tanah), pembuatan dan pemasangan tanda batas dan materai, dan kegiatan operasional petugas kelurahan/desa.
Pembebanan biaya pra PTSL telah diatur sebagaimana dinyatakan oleh Sabarudin hulu di atas.
Pada tataran prakteknya bisa berbeda . Jika tidak ada pengawasan ketat, maka potensi pelanggaran dan atau Pungli PTSL sangat mungkin bisa terjadi.
Sebagai contoh, untuk di kabupaten Bekasi, pemberitaan online mengenai pungli PTSL marak terjadi.
Media Online Palapa Pos, menurunkan berita dengan judul “ Warga Kabupaten Bekasi Keluhkan Program PTSL Presiden Disalahgunakan”. Berita tersebut menguraikan bahwa Warga Kecamatan Cabangbungin, Kedungwaringin, dan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mengeluhkan program Presiden RI, Joko Widodo terkait Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) disalahgunakan sejumlah oknum dengan menarik biaya pengurusan sertifikat tanah mulai dari Rp500.000 hingga Rp3.000.000 per sebidang tanah (https://palapapos.co.id/listing/view/6523/10/warga-kabupaten-bekasi-keluhkan-program-ptsl-presiden-disalahgunakan) .
Media Online Warta Terkini News menurunkan berita dengan judul “Dugaan Pungli PTSL, Warga Kertarahayu Diminta Biaya Administrasi Hingga 1,5 Juta”. Berita tersebut menguraikan bahwa Dugaan aksi pungli Program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL) oleh salah satu perangkat Desa Kertarahyu, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, ramai diperbincangkan oleh warga melalui aplikasi pesan singkat whatsapp.(https://wartaterkini.news/dugaan-pungli-ptsl-warga-kertarahayu-diminta-biaya-administrasi-hingga-15-juta/).
Media Online Pikiran Rakyat. Com menurunkan berita dengan judul “Warga Kabupaten Bekasi Laporkan Dugaan Pungli pada Pembuatan Sertifikat Tanah PTSL”. Berita tersebut menguraikan bahwa Warga di dua kecamatan, yakni Cabangbungin dan Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi mengeluhkan adanya biaya pengurusan sertifikat tanah pada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Warga dikenai biaya mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 3 juta per satu bidang tanah. “Saya bingungnya ini kan katanya programnya gratis dari Pak Jokowi tapi ini saya harus bayar. Katanya biar cepet, terus soalnya ada ini itu,” kata H (35) salah seorang warga Desa Sindangsari Kecamatan Cabangbungin, Senin, 30 September 2019.(https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-01320211/warga-kabupaten-bekasi-laporkan-dugaan-pungli-pada-pembuatan-sertifikat-tanah-ptsl).
Media Online Harian Sederhana pada 5 November 2020 lalu menurunkan berita dengan judul “Ada Dugaan Pungli PTSL di Tanjung Baru, Camat Cikarang Timur Akan Tindaklanjuti”. Berita tersebut menguraikan bahwa Ani selaku Camat Cikarang Timur akan menindaklanjuti informasi terkait dugaan pungutan liar atau pungli yang dilakukan aparat Desa Tanjung Baru, Cikarang Timur dalam pembuatan sertifikat tanah program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Media Online Pos Publik pada 22 Agustus 2021 menurunkan berita dengan judul “Program PTSL Untuk Desa Jatibaru Diduga Jadi Ajang Pungli”. Berita tersebut menguraikan bahwa Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Jatibaru, Kecamatan Cikarang Timur, diduga jadi ajang pungli oleh oknum pegawai Pemerintahan Desa. Dugaan itu diperkuat keterangan warga yang ikut mendaftarkan tanahnya melalui program PTSL tersebut. Seperti pengakuan salah seorang warga berinisial ‘S’ kepada pospublik.co.id, dia wajib membayar Rp.500.000,- kepada Ketua RT dengan alasan biaya administrasi. Menurut S, warga lainnya juga mengaku dipungli Rp.500.000,- oleh Ketua RT, dan uang itu disebut akan disetorkan ke Sekretaris Desa (Sekdes) Jati Baru.
Media Online Radar Bekasi menurunkan berita dengan judul “Dugaan Pungli PTSL, Warga Diminta Biaya Administrasi Rp 3 Juta”. Berita tersebut menguraikan bahwa Dugaan adanya pungutan liar (pungli) biaya Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), dilakukan oleh salah satu perangkat Desa Kertarahayu, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, menjadi perbincangan warga melalui aplikasi Whatsapp. Beredar sebuah gambar seorang pria yang merupakan Ketua RT 008, RW 004, Desa Kertarahayu, Kecamatan Setu, tengah menerima uang dalam pecahan Rp 100 ribu dengan total Rp 3 juta dari salah satu warga, sebagai biaya administrasi pengurusan PTSL atas dua bidang tanah(https://radarbekasi.id/2021/10/15/dugaan-pungli-ptsl-warga-diminta-biaya-administrasi-rp-3-juta/).
Media Online Kompas.Com menurunkan berita dengan judul “Cerita Warga Bekasi Ditarik Jutaan Rupiah Saat Urus Sertifikat Tanah Lewat Program PTSL”. Dan masih ada lagi pemberitaan yang lain, termasuk berita online penangkapan Kades Lambangsari dan Kades Cibuntu.
Di tengah carut-marut pelaksanaan PTSL, Pemkab Bekasi melalui website resminya berita berjudul”Dukung Program PTSL untuk Rakyat, Pemkab Bekasi Gulirkan Anggaran dari APBD” pada 24 September 2021 dan telah dibaca sebanyak 5.058 pembaca (diakses pada 14 Oktober 2022, pukul 21:54 WIB). Dalam tubuh berita tersebut DR pada saat menghadiri acara peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang ke-61 mengatakan bahwa sudah 50 Desa yang kita bantu melalui APBD.
Berdasarkan pada Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bekasi Tahun Anggaran 2021 (audited) merinci bahwa Transfer Bantuan Keuangan dianggarkan sebesar Rp718.969.036.000,00 direalisasikan sebesar Rp717.220.871.833,00 atau 99,76%, dibandingkan Tahun Anggaran 2020 terdapat kenaikan sebesar Rp220.205.754.833,00 atau 44,31%. Belanja Bantuan Keuangan merupakan Belanja Bantuan Keuangan Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota kepada Desa yang terdiri dari Belanja Bantuan Keuangan Umum Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota kepada Desa, dan Belanja Bantuan Keuangan Khusus Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota kepada Desa, rincian belanja bantuan keuangan adalah: Alokasi Dana Desa pada anggaran 2021 sebesar Rp 329.270.049.000,00 dan terealisasi sebesar Rp 329.268.313.485,00 atau 100%, sementara pada anggaran 2020 terrealisasi sebesar Rp 148.794.344.000,00; Dana Desa pada anggaran 2021 sebesar Rp 264.332.147.000,00 dan terealisasi sebesar Rp 264.329.638.348,00 atau 100%, sementara pada anggaran 2020 terrealisasi sebesar Rp 255.841.111.000,00; Honor RT/RW pada anggaran 2021 sebesar Rp 111.684.000.000,00 dan terealisasi sebesar Rp 111.684.000.000,00 atau 100%, sementara pada anggaran 2020 terrealisasi sebesar Rp 73.378.200.000,00; Honor Petugas Gali Kubur pada anggaran 2021 sebesar Rp 2.592.000.000,00 dan terealisasi sebesar Rp 2.592.000.000,00 atau 100%, sementara pada anggaran 2020 terrealisasi sebesar Rp 2.592.000.000,00; Dana PILKADES pada anggaran 2021 sebesar Rp 8.690.840.000,00 dan terealisasi sebesar Rp 6.946.920.000,00 atau 79,93%, sementara pada anggaran 2020 terrealisasi sebesar Rp 14.609.462.000,00; Dan TPAS Desa Burangkeng pada anggaran 2021 sebesar Rp 2.400.000.000,00 dan terealisasi sebesar Rp 2.400.000.000,00 atau 100%, sementara pada anggaran terrealisasi 2020 sebesar Rp 1.800.000.000,00.
Membaca pada data di atas, saya tidak menemukan satupun mata anggaran untuk program PTSL. Lalu kemudian pada 14 September lalu saya, sebagai Warga Negara Indonesia, mengajukan surat permintaan informasi tentang Anggaran PTSL yang bersumber dari APBD ke DR cq pejabat pengelola data dan informasi(PPID) pada pemkab Bekasi, yang mana ketika itu di meja depan saya diarahkan ke ruang Forkopimda kabupaten Bekasi dan surat tersebut diterima di sana. Namun hingga tulisan ini dibuat, saya belum mendapatkan jawaban sama sekali.
Kedua, Soal Akuntabilitas Keuangan daerah
Berdasarkan pada hasil pemeriksaan BPK atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan, bahwa dari sisi pendapatan Tahun anggaran 2021, Anggaran Pendapatan ditetapkan sebesar Rp 6.021.823.091.630,00 dengan realisasi sebesar Rp6.015.699.034.836,00 atau 99,90%, terdapat kurang target sebesar Rp 6.124.056.794,00 dari anggaran yang telah ditetapkan.
Dari sisi ini, BPK mendapatkan temuan bahwa: Pengelolaan Pajak Reklame pada Badan Pendapatan Daerah Belum Tertib; Penerimaan Restribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Kurang Disetorkan ke Kas Daerah Pada Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga sebesar Rp28.505.000,00; dan Penatausahaan Keuangan pada BLUD RSUD Cabangbungin Belum Sepenuhnya Tertib.
Dari sisi belanja, pada Tahun Anggaran 2021 Belanja Daerah dianggarkan sebesar Rp7.244.449.641.251,00 dengan realisasi sebesar Rp6.192.203.225.387,00 atau 85,48%, terdapat penghematan belanja sebesar Rp1.052.246.415.864,00. Dari sisi ini, BPK mendapatkan enam temuan yakni: Kelebihan Pembayaran Biaya Personil pada Tujuh Paket Pekerjaan Jasa Konsultansi di Tiga OPD Sebesar Rp343.231.500,00; Kekurangan Volume Fisik pada Pekerjaan Pemeliharaan Taman RPTRA dan Taman Sehati Kecamatan Cikarang Timur di Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Sebesar Rp13.127.628,30; Realisasi Biaya Perjalanan Dinas Dalam Daerah Tidak Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 Sebesar Rp10.421.739.000,00; Kekurangan Volume Fisik pada 40 Paket Pekerjaan Belanja Jasa diserahkan Kepada Masyarakat di Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Sebesar Rp738.872.913,14; Kekurangan Volume Fisik pada 32 Paket Pekerjaan Belanja Modal Gedung dan Bangunan di Empat OPD Sebesar Rp4.649.360.697,03; Dan Kekurangan Volume Fisik pada Lima Paket Pekerjaan Belanja Modal Jalan Irigasi dan Jaringan di Dua OPD Sebesar Rp707.924.761,36.
Kemudian pada sisi asset, BPK mendapatkan tiga temuan yakni: Penyetoran Jasa Giro pada Rekening Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Belum Sepenuhnya Tertib; Penatausahaan Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Belum Tertib sebesar Rp19.416.173.184,00; Dan Penatausahaan dan Pengamanan Tanah serta Peralatan dan Mesin Belum Sepenuhnya Tertib.
Lalu kemudian Prokopim Pemkab Bekasi melalui https://www.bekasikab.go.id/pemkab-bekasi-optimistis-selesaikan-rekomendasi-lhp-bpk-ri-pada-akhir-tahun-2021 (diakses pada Rabu 12 oktober 2022 pukul 14:39). Dalam berita tersebut, Pj. Bupati DR menjelaskan bahwa “Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2020 BPK RI, terdapat rekomendasi hasil pemeriksaan yang belum sesuai dan masih ada yang belum ditindaklanjuti, namun saat ini hampir semuanya tuntas.” Selanjutnya DR juga menambahkan bahwa “Per 31 Agustus 2021 sudah tinggal 8 persen lagi, mudah-mudahan pada akhir tahun bisa diselesaikan semua.”
Jika dirujuk pada data Pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK pada Pemerintah Kabupaten Bekasi per Semester II Tahun 2021 menunjukkan bahwa pada LHP tahun 2021, terdapat 12 temuan, BPK memberikan 47 rekomendasi. Dari Status Pemantauan Tindak Lanjut terdapat 24 (51%) rekomendasi sudah sesuai, 17 (36%) rekomendasi belum sesuai dan 6 (13%) rekomendasi belum dilaksanakan.
Dan pada LHP tahun 2020, terdapat 10 temuan, BPK memberikan 35 rekomendasi. Dari Status Pemantauan Tindak Lanjut terdapat 9 (26%) rekomendasi sudah sesuai, 26 (74%) rekomendasi belum sesuai.
Merujuk pada perkataan DR bahwa “mudah-mudahan pada akhir tahun bisa diselesaikan semua”, faktanya untuk LHP 2020, masih terdapat 74 persen rekomendasi belum sesuai. Dan untuk LHP 2021, masih terdapat 36 persen rekomendasi belum sesuai dan 13 persen rekomendasi belum dilaksanakan.
Masalah bagaimana cara menggulirkan anggaran PTSL yang bersumber dari APBD dan ke siapa saja dana tersebut digulirkan, tak perlu ditanyakan lagi deh, apalagi harus penyampaian keberatan segala, juga soal komitmen dan kesanggupan menjalankan rekomendasi BPK 100 persen. Ibarat isu pelecehan seksual, Cuma Putri Candrawati, (alm) Josua dan Tuhan yang tahu.
Yang saya tidakvatau kurang terima adalah jika para elit sengaja membodohi publik di kabupaten Bekasi dengan retorika kosong seperti angggaran PTSL dan optimis rekomendsi selesai pada akhir tahun tadi untuk menjustifikasi buruknya tata kelola dan prinsip pemerintahan yang baik dalam hal kebijakan PTSL dan akuntabilitas keuangan melalui penyelesaian rekomendasi BPK 100% sesuai dengan yang direkomendasi BPK.
Kalau begitu cara DR menyelenggarakan pemerintahan daerah, maka logikanya (Rational Citizen) di depan kurva, kondisi tidak akan banyak berubah lebih baik. Jauh akan lebih baik, jika DR, penjabat Bupati Bekasi memelopori keterbukaan informasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Pemeritah daerah yang dipimpinnya. (*)
