Infobaru.co.id, Ambon – Warga korban konflik Desa Pelauw tahun 2012 silam yang kini menyebar ke beberapa tempat pengungsian menggelar aksi pengibaran 500 bendera setengah tiang.
Aksi ini digelar warga Pelauw di RT 12/17 Air Besar sebagai ungkapan berkabung atas lemahnya intervensi pemerintah dalam menangani konflik sosial yang terjadi 10 tahun lalu.
Selama 10 tahun warga menempati lokasi pengungsian tanpa adanya perhatian serius dari pemerintah, warga menganggap pemerintah melakukan pembiaran karena tidak mengeksekusi apa yang diamanatkan dalam undang-undang penanganan konflik sosial.
Aksi pengibaran bendera setengah tiang yang dilakukan dalam momentum menyongsong HUT kemerdekaan RI ini adalah bagian dari kritik terhadap negara di mana selama 10 tahun warga melaksanakan HUT RI masih di tempat yang sama yakni lokasi pengungsian tanpa ada kejelasan atas kepastian hukum masyarakat pengungsi.
“Negara dalam hal ini pemerintah daerah Maluku Tengah yang seharusnya hadir sebagai eksekutor undang-undang penanganan konflik sosial tidak ada kepedulian hingga 10 tahun mengungsi,” ungkap Sekjen AMHW Fandi Ahmad Talaohu kepada media di lolasi pengunsian tadi siang.
Ditambahkan, aksi pengibaran bendera setengah tiang ini adalah bagian dari ungkapan berkabung atas tidak adanya upaya serius negara dalam penanganan pengungsi Pelauw.
“Ini tanda berkabung ratusan pengungsi atas lemahnya negara dalam menangani insiden Pelauw 2012 silam, terangnya.
Ditambahkan, ini merupakan salah satu bentuk protes mewakili masyarakat pengungsi Pelauw bersandar kepada undang-undang 24 Tahun 2009 pasal 12 B salah satu penggunaan bendera salah satunya adalah poin B itu sebagai bentuk berkabung.
“Untuk memperingati HUT RI ke-77 ini masyarakat pengungsi Pelauw memperingatinya dengan cara bergabung karena selama 10 tahun lebih ini pemerintah Provinsi Kabupaten maupun pemerintah pusat tidak pernah berinisiasi untuk menyelesaikan konflik sosial di Negeri Pelauw,” tegasnya.
Salah satunya sudah di keluarkannya rekomendasi Komnas HAM tahun 2019 yang menyatakan bahwa konflik sosial Negeri Pelauw merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia.
“Kesimpulannya Indonesia sudah merdeka tapi masyarakat Pelauw seperti itu kemerdekaan mana lagi yang kita harapkan yang kami harapkan dari masyarakat Pelauw adalah kembali ke tanah kelahirannya yakni di Negeri Pelauw,” ujarnya. (Ipu)