Infobaru.co.id, Ambon – Sesepuh AMKAI menepis isu yang beredar di masyarakat terkait dualisme DPW AMKAI di Maluku. AMKAI di Ambon sah dan mengikat dengan dilandasi hukum Larwul Ngabal.
AMKAI dibawah kepemimpinan Silfester Tharon dan Sekertaris Malik Kudubun secara resmi dilantik pemerintah Provinsi Maluku dan pemerintah kabupaten Maluku Tenggara serta dikukuhkan oleh empat raja-raja di Maluku Tenggara pada tanggal 16 Oktober 2021 di Ambon.
“Di DPW provinsi maluku terdapat tujuh hukum Larwul Ngabal di Kei yang dipakai ini merupakan dasar utama, karena filsafat orang Kei Ain ni Ain satu lihat satu pung susah,” ungkap M. Amin Notanubun sesepu AMKAI kepada wartawan, usai sholat jumat.
Baginya, jika ada organisasi lain yang dilakukan orang Kei, sah-sah saja karena Negara memberikan ruang kepada siapun yang mau mendirikan satu organisasi. DPW AMKAI sudah dilantik oleh Bupati Maluku Tenggara dan diberikan sumpah oleh empat raja-raja dengan sumbah adat dengan filsafat Ain ni Ain.
“Yang kita tauh AMKAI yang sudah dilantik Gubernur Maluku walaupun diwakili, jika ada AMKAI yang lainnya harusnya digunakan nama yang lain. Mari kita lihat dari disisi baiak, AMKAI hadir untuk merekrut semua orang Key yang ada di Kota Ambon dengan filsafat Ain ni Ain,” jelasnya.
Sementara itu, menurut Markus Tuanubun mengungkapkan Pengurus DPW AMKAI Maluku apa yang disahkan Pemerintah Daerah dan petua adat merupakan dasar hukum bagi masyarata di Maluku Tenggara.
“Tidak ada dualisme AMKAI di Provinsi Maluku makna Ain ni Ain dimana saja harus memaknai sebagai budaya yang sangat merekat bagi dirinya dan tidak bisa dipisahkan bermasyarakat dimana saja berada
Hal yang sama diungkaplan Toni Jamlean bahwa segala seuatu di buat berdasarkan Ain ni Ain, secara hukum kepengurusan DPW AMKAI Maluku yang dilantik pemerintah Provinsi yang dihadiri pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dan dikukuhkan oleh beberapa tokoh adat.
“Hal ini menjadi dasar, sehingga kami menghimbau jangan ada dualisme, karena tujuan kita bukan untuk politik, namun tujuan kita untuk merangkul semua sumberdaya orang Kei di Kota Ambon untuk saling topang menopang,” jelasnya.
Selain itu untuk membangun Maluku secara keseluruhannya dan bagaimana merangkum SDA untuk berpartisipasi kebijakan pemerintah provinsi Maluku, kota ambon secara khusus
“Menghimbau jangan membuat hal yang memisahkan kesatuan orang Kei, mari kita manggurebe bersama
Kami juga menyampaikan terimah kasih kepada basudara orang ambon yang telah memberikan bantua saat dilakukan penggalangan dana,” ujarnya.
Pada intinya adalah hidup dalam suatu tempat/kampung dimana kita makan dan hidup dari tempat itu, maka kita wajib mentaati segala hukum adat agar hukum adat, leluhur dan Allah melindungi kita. Selengkapnya petuah leluhur yang menjadi pokok pandangan hidup masyarakat Kei adalah sebagai berikut :
1. Itdok fo ohoi itmian fo nuhu (kita mendiami/menempati kampung/desa dimana kita hidup dan makan dari alam/tanahnya).
2. Itdok itdid kuwat dokwain itwivnon itdid mimiir/bemiir (kita menempati tempat kita dan tetap menjinjit bagian kita).
3. Itwarnon afa ohoi nuhu enhov ni hukum adat (kita tetap memikul semua kepentingan kampung/desa kita dengan hukum adatnya).
4. Itwait teblo uban ruran (kita hidup sejujur-jujurnya dan tetap berjalan tegak lurus).
5. Ikbo hukum adat enfangnan enbatang haraang (dengan demikian, barulah hukum adat akan menyayangi/melindungi kita).
6. Nit yamad ubudtaran, nusid teod erhoverbatang fangnan (sehingga leluhur pun ikut menjaga dan menyayangi kita).
7. Duad enfangnan wuk (dan Allah pun melindungi kita). (Ipu)