Catatan Kaki
Oleh
Johanis L.Hahury,S.H.,M.H
(Penasihat Hukum Korban Kriminalisasi)
Infobaru.co.id, Ambon – Sehubungan dengan laporan polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek Nusalaut/Polresta Ambon/Polda Maluku, tanggal 01 Oktober 2021 jo. Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/07/X2021/Reskrim, tanggal 01 Oktober 2021, jo. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor B/06/X/2021/Reskrim, tanggal 05 Oktober 2021.
Polisi Sektor Nusalaut telah menetapkan LEONARD RUMAILAL (71), lahir di Ameth, pendidikan Sekolah Rakyat (SR), pekerjaan petani/pekebun, alamat Jl.Pattinasirat, Negeri Ameth, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah, sebagai tersangka tindak pidana dimaksud pasal 335 (1) ke-1 KUHPidana1 11 Pasal 335 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan.
Bahwa penyidik Polsek Nusalaut menetapkan tersangka atas nama LEONARD RUMAILAL alias Leo tanpa melakukan penyelidikan (BAP) dan gelar perkara hasil penyelidikan untuk memastikan apakah peristiwa yang dilaporkan oleh Julius Pattinasaranne (pelapor) yang terjadi pada tanggal 19 September 2021, adalah peristiwa pidana atau bukan, sebagaimana ditentukan oleh KUHAP. PERKAP dan PERKABA Polri.
PERKAP No.6/2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana menegaskan : Penyelidikan dilakukan berdasarkan (a) laporan dan/atau pengaduan; dan (b) surat perintah penyelidikan”. (Pasal (5) Penyelidik wajib membuat hasil Penyelidikan secara tertulis kepada Penyidik (pasal 8);
Hasil penyelidikan yang telah dilaporkan oleh tim penyelidik, wajib dilaksanakan gelar perkara untuk menentukan peristiwa tersebut diduga (a) tindak pidana; atau (b) bukan tindak pidana. (pasal 9 ayat 1);
Hasil gelar perkara yang memutuskan : a). merupakan tindak pidana, dilanjutkan ke tahap penyidikan, b). bukan merupakan tindak pidana, dilakukan penghentian penyelidikan; (pasal 9 ayat 2). Sebelum lakukan penyelidikan, penyelidik wajib membuat rencana penyelidikan (pasal 7 ayat (1); Rencana penyelidikan sebagaimana dimaksud ayat (1), diajukan kepada Penyidik, paling sedikit memuat : (a) surat perintah penyelidikan; (b) jumlah dan identitas penyidik/penyelidik yang akan melaksanakan penyelidikan”. Dengan demikian, penyelidikan adalah tahap pertama yang wajib dilakukan Polsek Nusalaut setelah menerima laporan/pengaduan masyarakat.
Meski penyelidik Polsek Nusalaut tidak lakukan penyelidikan laporan pidana tersebut, Kapolsek Nusalaut IPDA Polisi IZAAC TAHAPARY NRP.71080192 tetap saja menetapan LEONARD RUMAILAL alias Leo (71 tahun) sebagai tersangka. Penetapan tersangka tersebut, tidak dilakukan dengan Surat Penetapan Tersangka (SPT), melainkan hanya dengan Surat
Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) Nomor B/06/X/2021/Reskrim, tanggal 05 Oktober 2021.
Selain kesalahan tersebut, status hukum tersangka dilekatkan pada LEONARD RUMAILAL alias Leo, mendahului penyelidik/penyidik Polsek Nusalaut melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap LEONARD RUMAILAL alias Leo tersebut. Setelah LEONARD RUMAILAL alias Leo ditetapkan sebagai tersangka melalui SPDP tanggal 05 Oktober 2021, kemudian LEONARD RUMAILAL alias Leo diperiksa pada tanggal 15 Oktober 2021. Pasal 25 PERKAP No.6/2019 ayat (1) menegaskan, “penetapan tersangka berdasarkan paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang
didukung barang bukti”. “Penetapan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui mekanisme gelar perkara, kecuali tertangkap tangan”. (Pasal 25 ayat (2) No.6/2019) Diduga sangat kuat bahwa penyidik Polsek Nusalaut dan Jaksa menetapkan tersangka tanpa alat bukti keterangan ahli hukum pidana. Melainkan hanya berdasar keterangan
ahli bahasa Indonesia.
Selain itu, Polsek Nusalaut telah menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) Nomor B/06/X/2021/Reskrim, tanggal 05 Oktober 2021 kepada dan diterima keluarga tersangka pada tanggal 19 Oktober 2021 atau 14 (empat belas) hari setelah SPDP diterbitkan penyidik Polsek Nusalaut. Fakta ini membuktikan penyidik telah melanggar hukum, sebagaimana ditegaskan dalam PUTUSAN MK Nomor 130/PUU-XIII/2015, yang diktumnya menyatakan : “Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum ” tidak dimaknai“ penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
dikeluarkannya surat perintah penyidikan”.
Meski sudah terjadi pelanggaran hukum secara telanjang mata, namun Kacabjari Ambon di Saparua melanjutkan perkara dan menyatakan perkara tersebut sudah lengkap (P.21.) pada tanggal 10 Nopember 2021 dengan surat Nomor : B-292/Q.1.10.1/Eoh.1/11/2021, hal, Pemberitahuan hasil penyidikan atas nama Tersangka LEONARD RUMAILAL, alias Leo, yang
disangka pasal 336 ayat (1) dan atau 335 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (vide lampiran 2). Artinya tanggung jawab terhadap tersangka sekarang berada pada kejaksaan.
Meski proses tersebut melanggar hukum, tetapi pada tanggal 07 Desember 2021 Kapolsek Nusalaut IPDA IZAAC TAHAPARY NRP 71080192 memanggil LEONARD RUMAILAL, alias Leo dengan Surat Panggilan No.S.Pgl/24/XII/2021/Reskrim, tanggal 07 Desember 2021, (vide
lampiran 3) untuk menghadap Bripka W.Sahetapy pada hari Kamis tanggal 09 Desember 2021, untuk dilakukan penyerahan Tersangka tanpa barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum di Kantor Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Saparua.
Kemudian, Polsek Nusalaut memanggil LEONARD RUMAILAL, alias Leo kedua kali dengan surat No.S.Pgl/25/XII/2021/Reskrim, tanggal 10 Desember 2021, (vide lampiran 4) untuk menghadap Bripka W.Sahetapy pada hari Senin, tanggal 13 Desember 2021, untuk dilakukan penyerahan Tersangka tanpa barang bukti kepada
JaksDengan demikian, penyelidikan bukan saja untuk menemukan dan memastikan “kelamin perkara” pidana atau bukan, melainkan untuk menemukan pula “bukti-bukti yang diperlukan”. Bukti-bukti yang diperlukan itu meliputi 2 alat bukti, dan barang bukti. Alat bukti yang dimaksud di sini adalah Pasal 184 KUHAP, namun juga dapat meliputi barang bukti dalam konteks pembuktian universal yang dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence. Untuk menakar bukti permulaan, tidaklah dapat terlepas dari pasal yang disangkakan kepada tersangka. Artinya, pembuktian adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen-elemen tindak pidana yang ada dalam suatu pasal”.Bahwa penyidik Polsek Nusalaut tidak menggunakan alat bukti saksi ahli pidana, dan hanya gunakan ahli bahasa Indonesia yakni Heppy Lelapary dari Unpatty Ambon.4
Meski penyelidikan ternyata melanggar hukum, namun Kapolsek Nusalaut IPDA Polisi IZAAC TAHAPARY NRP.71080192 tetap saja menetapan LEONARD RUMAILAL alias Leo (71 tahun) sebagai tersangka dengan Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) Nomor B/06/X/2021/Reskrim, tanggal 05 Oktober 2021, , sebelum penyelidik/penyidik Polsek Nusalaut melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap LEONARD RUMAILAL alias Leo tersebut.
Setelah LEONARD RUMAILAL alias Leo ditetapkan sebagai tersangka melalui SPDP tanggal 05 Oktober 2021, kemudian LEONARD RUMAILAL alias Leo diperiksa pada tanggal 15 Oktober 2021.
Selanjutnya Kacabjari Ambon di Saparua membenarkan dan mengukuhkan perbuatan penyidik Polsek Nusalaut yang kami duga sangat kuat melanggar hukum, dan menyatakan perkara tersebut P.21, pada tanggal 10 Nopember 2021 dengan surat Nomor : B-292/Q.1.10.1/Eoh.1/11/2021, hal, Pemberitahuan hasil penyidikan atas nama Tersangka LEONARD RUMAILAL, alias Leo, yang disangka pasal 336 ayat (1) dan atau 335 ayat (1) ke-1 KUHPidana sudah lengkap.
Berdasarkan proses yang melanggar hukum tersebut, maka pada tanggal 07 Desember 2021
Kapolsek Nusalaut IPDA IZAAC TAHAPARY NRP 71080192 memanggil LEONARD RUMAILAL,
4 Kebenarannya dapat dikonfirmasi ke Paminal/Propam Polda Maluku. Leo dengan Surat Panggilan No.S.Pgl/24/XII/2021/Reskrim, tanggal 07 Desember
2021, untuk menghadap Bripka W.Sahetapy pada hari Kamis tanggal 09 Desember 2021, untuk dilakukan penyerahan Tersangka tanpa barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum di Kantor Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Saparua. Kemudian, Polsek Nusalaut memanggil LEONARD RUMAILAL, alias Leo kedua kali sengan surat No.S.Pgl/25/XII/2021/Reskrim,
tanggal 10 Desember 2021, untuk menghadap Bripka W.Sahetapy pada hari Senin, tanggal 13 Desember 2021, untuk dilakukan penyerahan Tersangka tanpa barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum di Kantor Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Saparua.
Karena perkara tersebut sudah penyerahan tahap II sehingga tanggung jawab terhadap korban kriminalisasi berada di kejaksaan, maka kami minta negara dan Pemerintah hadir, melalui Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku dan Bapak Jaksa Agung Republik Indonesia menerima pengaduan ini dan memberikan perlindungan hukum maksimal dan konkrit kepada
LEONARD RUMAILAL, alias Leo, (71 tahun) dengan mengambil alih kasus ini dan menyatakan :
1. Menerima pengaduan dan mengabulkan permintaan perlindungan hak asasi manusia dan hak hukum kepada LEONARD RUMAILAL alias Leo,;
2. Semua prosedur penyelidikan, penyidikan, penetapan tersangka berdasar laporan polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek Nusalaut Polresta Ambon/Polda Maluku,
tanggal 01 Oktober 2021 jo.Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/07/X2021/Reskrim, tanggal 01 Oktober 2021, jo. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor B/06/X/2021/Reskrim, tanggal 05 Oktober 2021, cacat karena melawan hukum;
3. Penetapan status tersangka melalui Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) Nomor B/06/X/2021/Reskrim, tanggal 05 Oktober 2021, tidak berdasar hukum dan cacat hukum;
4. Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) Nomor B/06/X/2021/Reskrim, tanggal 05 Oktober 2021, adalah batal, dan tidak miliki kekuatan mengikat.
5. Surat Nomor : B-292/Q.1.10.1/Eoh.1/11/2021, tanggal 10 Nopember 2021 perihal, Pemberitahuan hasil penyidikan atas nama Tersangka LEONARD RUMAILAL, alias Leo, adalah cacat dan melawan hukum;
6. Surat Nomor : B-292/Q.1.10.1/Eoh.1/11/2021, tanggal 10 Nopember 2021 perihal, Pemberitahuan hasil penyidikan atas nama Tersangka LEONARD RUMAILAL, alias Leo, adalah batal, dan tidak miliki kekuatan mengikat.
7. Bersedia memberikan perlindungan hukum dan hak asasi manusia kepada LEONARD RUMAILAL, alias Leo, lahir di Ameth, pada TANGGAL tujuhbelas BULAN
Desember TAHUN seribu sembilanratus limapuluh satu (17-12-1951), laki-laki, pendidikan Sekolah Rakyat (SR), pekerjaan petani/pekebun, alamat Jl.Pattinasirat,
Negeri Ameth, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah.
8. LEONARD RUMAILAL, alias Leo, (71 tahun) tidak pernah melakukan tindak pidana sebagaimana disangkakan/dituduhkan dimaksud pasal 336 ayat (1) KUHPidana dan atau 335 ayat (1) ke-1 KUHPidana, yang dipersangkakan Polsek Nusalaut terhadapnya;
9. Menerbitkan Surat Penghentian Penuntutan dan menutup perkara pidana laporan polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek Nusalaut Polresta Ambon/Polda Maluku, tanggal 01 Oktober 2021 tersebut;
10. Memulihkan nama baik dan kehormatan RUMAILAL, alias Leo, sebagai anggota masyarakat yang baik dan tidak pernah melakukan pelanggaran hukum di tengah
masyarakat seperti yang dipersangkakan/dituduhkan oleh Polsek Nusalaut dan Jaksa pada Kejaksaan Cabang Negeri Ambon di Saparua kepadanya.
11. Memeriksa dan mengevaluasi kinerja jaksa pada Kejaksaan Cabang Negeri Ambon di Saparua;
Bila Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku dan Bapak Jaksa Agung Republik Indonesia berpendapat lain, mohon keputusan dan tindakan hukum seadilnya.
Sedangkan kepada KOMNAS HAM RI dan KOMNAS HAM RI Perwakilan Maluku, menerima pengaduan ini dan mohon memberi advokasi, perlindungan hak asasi dan hak hukum terhadap korban kriminalisasi tersebut, dan memberikan pertimbangan yang tepat kepada Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku dan Bapak Jaksa Agung RI sehingga berkenaan menerima dan
mengabulkan permintaan kami tersebut.
Namun korban kriminalisasi belum penuhi dua panggilan tersebut, karena merasa dikriminalisasi oleh Polsek Nusalaut dan oknum Jaksa pada Kejaksaan Negeri Ambon Cabang Saparua dengan cara-cara
melanggar hukum.
Bahwa Penetapan seseorang sebagai tersangka tidak menghilangkan hak seseorang untuk membela diri dan memperjuangkan hak asasinya yang menurutnya telah dilanggar.
Negara juga memiliki kewajiban penegakan hukum melalui aparat penegak hukum untuk menjamin tegaknya hukum yang dimaksudkan juga untuk melindungi kepentingan dan hak asasi warga negara secara umum yang dapat dirugikan dengan adanya tindakpidana baik secara langsung maupun tidak langsung.Berdasarkan alasan-alasan tersebut, korban kriminalisasi beserta empat orang saksi fakta yang telah memberi keterangan kepada Polsek Nusalaut mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku di Ambon dan berkeinganan temui Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, sekaligus mengadukan perbuatan kesewenang-wenangan Polsek Nusalaut dan oknum Jaksa tersebut dan minta perkenaan Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku mendengar langsung testimony dari saksi-saksi fakta tersebut, dan minta perlindungan hukum dari Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku terhadap LEONARD RUMAILAL, alias Leo, yang merupakan korban kriminalisasi.
Untuk lengkapi dan perjelas resume tersebut di atas yang pada pokoknya menerangkan penegakkan hukum dengan cara-cara melanggar hukum atau abuse of power oleh Polisi dan Jaksa, maka perkenaan kami JOHANIS L.HAHURY,S.H.,M.H., Advokat, berkantor pada Kantor Hukum JOHANIS L.HAHURY & Associates, beralamat di Jalan Rijali RT.004/001, Gang Singa, Kelurahan Karang Panjang, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, sesuai Surat Kuasa tanggal 07 Desember 2021 Nomor : 023/KH.JLHA/KH.Pid/XII/2021 (vide lampiran 5), mewakili Pemberi Kuasa yang dalam perkara ini lebih tepat disebut sebagai korban kriminalisasi sistematis,
membuat kronologi dugaan perbuatan melanggar hukum dalam proses pidana kasus tersebut, sebagai berikut :Peristiwa berawal pada hari Selasa, tanggal 21 September 2021, sekitar pukul 16.00 WIT di Negeri Ameth, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah, ketika sekelompok masyarakat Negeri Ameth pulang dari Masohi dan kembali ke Negeri Ameth.
Kelompok masyarakat tersebut, berjumlah sekitar 11 (sebelas) orang, yaitu :
1) Julius Pattinasarane; 2) Sarah Molle/Pattinasarane (istri Julius Pattinasarane) 3) Piter Molle; 4) Juliana Sopacua Siregar; 5) Fransina Norimarna/Ayawaila; 6) Margaretha Samalo/Ayawaila; 7) Agustina Molle;
8) Dirk Hetarua; 9) Ny.Maria Hetarua; 10) Dirk Pattinasarane 1; 11) Dirk Pattinasarane 2; Mereka semua tumpangi motor tempel dari Masohi dan tiba di labuang Negeri Ameth.
Selanjutnya mereka bolak-balik (seperti konvoi (provokasi ?) sepanjang pantai (labuang)
Negeri Ameth, sambil lakukan aksi menembakan mercon/kembang api ke angkasa, entah,
dengan tujuan apa. Bunyi mercon/kembang api tersebut, menarik perhatian masyarakat yang baru pulang setelah menonton pertandingan sepak bola.
Mendengar bunyi mercon/kembang api dimaksud, LEONARD RUMAILAL alias Leo, sebagai staf pemerintah Negeri Ameth, dan masyarakat lain secara spontan dan sendiri-sendiri mendatangi sumber bunyi mercon di pantai Negeri Ameth (Matajalang). Karena kuatir dan untuk mencari kemungkinan konflik horizontal antar sesama masyarakat Negeri Ameth, LEONARD
RUMAILAL, alias Leo, melaporkan situasi kepada Wempy Parinussa, Pejabat Pemerintah Negeri Ameth dan menyarankan supaya segera telpon Polisi BABINKAMTIBMAS Negeri Nusalaut.
Menurut saksi Wempy Parinussa, dia langsung telpon polisi BABINKAMTIBMAS, tapi telpon selulernya tidak bisa konek/tersambung. Lalu saksi Wempy Parinussa menelpon Babinsa (Ohorella) supaya memantau siatuasi di pantai, dengan maksud untuk mencegah
terjadi perkelahian atau yang sejenisnya, antara kelompok Julius Pattinasarane melawan masyarakat Negeri Ameth.
Setelah melapor dan memberi saran kepada Wempy Parinussa sebagai Pejabat Pemerintah Negeri Ameth, LEONARD RUMAILAL, alias Leo, kembali ke pantai Ameth dimana masyarakat yang mulai tersinggung dan marah kepada Julius Pattinasarane dkk yang sedang masih di atas motor temple, karena di antara kelompok
Julius Pattinasarane dkk yang sedang di atas motor tersebut, ada teriakan kata “loco“.
Kata makian. Mendengar makian tersebut, masyarakat yang sudah berdiri di pantai mulai tersinggung dan marah. Setelah LEONARD RUMAILAL, alias Leo, tiba di pantai, di antara masyarakat Ameth yang marah itu, mereka minta LEONARD RUMAILAL, alias Leo, supaya
tanyakan kepada Julius Pattinasarane dkk yang masih berada di atas motor temple : “siapa yang berteriak kata LOCO tadi itu, dan ditujukan kepada siapa ? Apakah ditujukan kepada masyarakat Alahaal, atau Kepada Pemerintah Negeri?”.
Lalu LEONARD RUMAILAL, alias Leo berjalan ke bibir pantai mendekat ke arah kelompok Julius Pattinasarane dkk yang masih berada di atas kapal motor tempel, dan menanyakan para penumpang motor tersebut seperti kata masyarakat : “siapa yang berteriak kata LOCO tadi itu, dan ditujukan kepada siapa ? Apakah ditujukan kepada masyarakat Alahaal, atau Kepada Pemerintah Negeri?”.
Hanya kalimat tanya itu yang keluar dari mulut LEONARD RUMAILAL alias Leo kepada Julius
Pattisarane dkk tersebut. Tidak ada kalimat lain. Pertanyaan LEONARD RUMAILAL kepada
Julius Pattisarane dkk tersebut, didengar dan disaksikan oleh banyak orang, yang saat itu berada di pantai bersama-sama LEONARD RUMAILAL alias Leo.
Tidak ada kalimat/kata-kata menyuruh masyarakat atau siapapun supaya : “Potong, Pukul, Bunuh nanti saya yang bertanggung jawab“, sebagaimana yang dituduhkan oleh Julius Pattinasarane dalam kepada
Polsek Nusalaut.
Hal ini dibenarkan saksi-saksi fakta yang saat itu sedang berdiri bersama LEONARD RUMAILAL alias Leo di pantai Negeri Ameth. Saksi-saksi tersebut kami hadirkan ke Ambon, dan minta Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku berkenaan mendengar testimony
mereka. Karena di antara saksi-saksi tersebut, ada yang tidak dipanggil Penyelidik/penyidik Polsek Nusalaut untuk didengar keterangannya baik di tingkat penyelidikan dan/atau penyidikan. Dan masih banyak lagi saksi fakta (+10 orang) yang tidak diundang untuk
didengar keterangannya oleh penyelidik/penyidik Polsek Nusalaut.
Namun pada tanggal 01 Oktober 2021, kami duga, Julius Pattinasarane melaporkan LEONARD RUMAILAL alias Leo ke Polsek Nusalaut. Isi laporannya bahwa LEONA RUMAILAL alias Leo telah mengeluarkan kata/kalimat : “Potong, Pukul, Bunuh nanti beta yang bertanggung jawab“. Isi laporan tersebut tidak benar. Karena mengandung fitnah keji.
Berdasar laporan/pengaduan Julius Pattinasarane tersebut, Kapolsek Nusalaut menerbitkan
Laporan Polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek Nusalaut/Polresta Ambon/Polda Maluku,
tanggal 01 Oktober 2021.
Dan “secepat kilat”, tanggal 01 Oktober 2021 hari itu juga, Kapolsek Nusalaut menerbitkan
pula Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP. Sidik / 07 / X / 2021 / Reskrim. Quo vadis Kapolsek Nusalaut, sehingga langsung terbitkan Surat Perintah Penyidikan bersamaan dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek Nusalaut/Polresta Ambon/Polda Maluku
tersebut ?.
Padahal pasal (3) PERKABA No.1/2014 Tentang Standar Operasional Prosedur Perencanaan
Penyidikan Tindak Pidana, menegaskan petunjuk/pedoman teknis bahwa penyelidik/penyidik dalam menjalankan tugas dan kewewenangan penyelidikan /penyidikan harus memperhatikan “prinsip-prinsip dalam peraturan ini :
a) akuntabel; mengutamakan akuntabilitas dari pembuat perencanaan penyidikan dan penyelidikan dengan melibatkan semua aspek kepentingan dan dapat dipertanggung jawabkan; b) profesional; meningkatkan kapasitas dan watak moral dari penyidik dan penyelidik sehingga dapat melaksanakan kegiatan penyidikan dan penyelidikan secara benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang_undangan dan teknik serta taktik penyidikan; c) responsif; meningkatkan sensitifitas penyidik dan penyelidik terhadap laporan masyarakat untuk pengungkapan suatu tindak pidana atau bukan; d) transparan; membangun kepercayaan antara para penyelidik, penyidik dan atasan penyidik serta masyarakat untuk mendapatkan akses informasi seluas_luasnya dengan jaminan informasi yang akurat; efisien dan efektif; dengan memanfaatkan semua sumber daya yang ada secara optimal dan menggunakan anggaran seminimal mungkin; e) kesamaan; mengusahakan kesamaan kesempatan kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penyelidikan dan penyidikan; f) rervisi; memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dalam rangka penegakan hukum yang profesional dan akuntabel.
Selanjutnya ditegaskan PERKABA No.1/2014 bahwa Fungsi SOP ini, yaitu: a) untuk memperlancar tugas Penyelidik dan Penyidik/tim unit kerja; b) sebagai rambu-rambu yang harus dipahami penyidik agar tidak terjadi penyimpangan; c) mengarahkan Penyelidik dan Penyidik untuk melaksanakan tugas, fungsi dan peranannya
agar pedoman dalam pembuatan perencanaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana agar pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana serta di lingkungan Reserse Kriminal Polri terlaksana secara profesional dan akuntabel. (Pasal 4). Pasal 5 ayat (3) PERKABA 3 TAHUN 2014 Tentang Standar Operasional Penyidikan, menegaskan :
“Penyelidikan harus menjunjung tinggi objektifitas berdasarkan fakta”. “penyelidikan dilakukan melalui kegiatan : a) Pengelolahan TKP; b) pengamatan; c) wawancara; d) pembuntutan; e) penyamaran; f) pelacakan;g) penelitian dan analisa dokumen.
pasal 5 ayat (7) Bahwa bagaimana mungkin tanpa lakukan penyelidikan, dapat ditentukan apakah suatu peristiwa yang dilaporkan adalah peristiwa pidana atau bukan? Padahal baik KUHAP dan PERKAP merumuskan bahwa Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. (Pasal 1 angka (5) KUHAP jo. Pasal 1 angka (7) PERKAP 6/2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana) Fakta ini membuktikan bahwa penyelidik/penyidik Polsek Nusalaut telah melanggar KUHAP dan PERKAP dengan tidak lakukan penyelidikan terhadap Laporan Polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek Nusalaut/Polresta Ambon/Polda Maluku, tanggal 01 Oktober 2021.
Bahwa penyelidikan dan penyidikan harus dilakukan sesuai KUHAP. Dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan Menteri Kehakiman ditegaskan bahwa “tujuan dari hukum acara pidana adalh untuk mencari dan mendapatkan atai setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan-ketentuan hukum cara pidana secara jujur dan tepat (bold-oleh saya) dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan”. Selanjutnya
menurut Prof.Dr.jur.Andi Hamzah ,”kebenaran itu harus didapatkan dalam menjalankan hukum acara pidana”. (Dikutip dari Prof.Dr.jur.Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2019, Edisi kedua cetakan ketiga belas, h.7-8.)
Bahwa penyelidikan dan penyidikan perkara pidana merupakan satu rangkaian kesatuan tak
terpisahkan terkait pembuktian. Pembuktian dalam perkara pidana sudah pendahuluan, yakni penyelidikan dan penyidikan. Pembuktian memberikan landasan dan
argument yang kuat kepada penuntut umum untuk mengajukan tuntutan. (Eddy O.S.Hiariej, Teori Dan Hukum Pembuktian, penerbit Erlangga, Jakarta, 2012, hlm.96).
Bahwa Pendapat ahli hukum pidana yang sekarang menjabat Wamenkumham RI tersebut,sejalan dengan Lampiran PERKABA 3/2014, angka (3) huruf (b) angka angka (3) huruf (e) hlm.5 : Setelah seseorang mendatangi dan diterima piket siaga/SPKT, “ petugas
menanyakan ada tidaknya bukti-bukti pendukung atas laporan/pengaduan yang disampaikan: (1) apabila bukti pendukung terpenuhi dengan peristiwa yang dilaporkan,
maka segera dibuatkan laporan Polisi;(2) apabila tidak disertai bukti pendukung, ditanyakan kepada pelapor/pengadu untuk melengkapi bukti pendukung dan apabila tidak terpenuhi maka petugas piket siaga/SPKT hanya mencatat dibuku kejadian”. Selanjutnya Lampiran
PERKABA 3/2014, angka (3) huruf (b) angka angka (3) huruf (h) hlm.6 angka (1) “Ka Siaga/Ka SPKT mengundang seluruh petugas siaga/SPKT melakukan penilaian terhadap laporan/pengaduan; angka (2) huruf mengajak pelapor/pengadu untuk membahas/diskusi
bersama-sama dengan tujuan : huruf (b) meminta pelapor menyerahkan bukti-bukti pendukung yang terkait laporan/pengaduan, yang telah dilaporkan/diadukan”.
Pertanyaannya adalah apakah pelapor menyerahkan bukti-bukti pendukung yang terkait laporan/pengaduan tersebut? Apa bukti-bukti pendukung yang sudah diserahkan pelapor kepada Polsek Nusalaut sebelum Polsek Nusalaut melakukan penyelidikan?
Selanjutnya Lampiran PERKABA 3/2014, angka (3) huruf (b) angka angka (3) huruf (i) hlm.7 menegaskan :”Setelah langkah-langkah di atas dilakukan dan telah memenuhi unsur-unsur pidana, maka petugas pelayanan membuat Laporan Polisi Model B…”. Secara a contrario ketentuan ini harus dibaca : “bila langkah-langkah di atas tidak dilakukan sehingga tidak menemukan unsur-unsur pidana, maka petugas pelayanan dilarang membuat Laporan Polisi
Model B”.Bahwa karena Polsek Nusalaut tidak melaksanakan semua tahapan PERKABA 3/2014,
sebagai aturan kebijakan yang dibuat Kepolisian dalam wujud prosedur operasional baku (beleidsregels) sebagai diskresi dari KUHAP, maka Laporan polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek Nusalaut/Polresta Ambon/Polda Maluku, tanggal 01 Oktober 2021
adalah perbuatan melawan hukum Kapolsek Nusalaut, yang bertentangan dengan azas legalitas yang berlaku dalam hukum pidana materiil dan formil.
Bahwa penyelidik Polsek Nusalaut tidak pernah memeriksa LEONARD RUMAILAL alias Leo di
tingkat penyelidikan. Sehingga tidak ada keterangan LEONARD RUMAILAL alias Leo dalam BAP penyelidikan. Tidak ada pula Berita Acara Wawancara LEONARD RUMAILAL alias Leo dalam perkara tersebut. Padahal PERKAP sudah tentukan jelas bahwa wawancara
merupakan salah satu bagian dari penyelidikan yang wajib dilaksanakan oleh penyidik bahwa pasal 3 PERKABA No.3 Tahun 2014 Tentang Standar Operasional Penyidikan, menegaskan bahwa dalam hal dilakukan penyelidikan/penyidikan, penyelidik/penyidik wajib memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip akuntabel, professional, responsive, transparan, efisien dan efektif dan memperhatikan hak pelapor, hak saksi korban, hak asasi manusia, asas legalitas dan etika profesi kepolisian.
Bahwa dalam rangka penyelidikan tindak pidana, penyelidikan harus menjunjung tinggi objektifitas berdasar fakta. (pasal 5 ayat (3) PERKABA No.3 TAHUN 2014.) Bukti terpenting adalah keterangan saksi. 4 (empat) saksi masing-masing Eduard Wairisal alias Edo,
Hermanus Parinussa alias Manus, Martinus Samalo alias Nus dan Since Rumahilal alias Ince, telah memberikan keterangan ke penyidik Polsek Nusalaut yang pada pokoknya menerangkan bahwa LEONARD RUMAILAL alias Leo tidak pernah menyatakan kalimat/kata-kata : “Potong, Pukul, Bunuh nanti saya yang bertanggung jawab“,sebagaimana yang dilaporkan oleh Julius Pattinasarane kepada Polsek Nusalaut. Bahkan ada saksi lain yang harus didengar keterangan seperti pejabat Pemerintah Negeri Ameth, Kecamatan Nusalaut,
yang tidak dipanggil penyelidik guna didengar keterangan sebagai orang yang menelpon Babinsa Ameth atas permintaan LEONARD RUMAILAL alias Leo, untuk mencegah terjadinya konflik antara rombongan Julius Pattinasarane yang menumpang motor tempel dengan masyarakat Negeri Ameth. Hal ini sejalan dengan PERKABA No.3 TAHUN 2014 Tentang
Standar Operasional Penyidikan, setelah dibuat laporan Polisi, Penyelidik harus melakukan wawancara terhadap korban dan saksi-saksi untuk dapatkan keterangan/informasi dengan cara-cara sebagaimana tersebut dalam PERKABA 3 TAHUN 2014 di atas.
Bahwa karena Laporan polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek Nusalaut/Polresta Ambon/Polda Maluku, tanggal 01 Oktober 2021 diterbitkan secara melawan hukum dan mengabaikan prinsip/azas legalitas, maka Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP. Sidik / 07 /
X / 2021 / Reskrim, tanggal 01 Oktober 2021, yang diterbitkan Kapolsek Nusalaut adalah cacat hukum dan melawan hukum pula, karena didasarkan pada Laporan polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek Nusalaut/Polresta Ambon/Polda Maluku, yang cacat dan melawan hukum. Karena itu, Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP. Sidik / 07 / X / 2021 / Reskrim, tanggal 01 Oktober 2021 cacat hukum dan melawan hukum, sehingga tidak mempunyai akibat hukum mengikat bagi siapapun juga termasuk klien kami LEONARD RUMAILAL alias Leo.
Bahwa karena dalam hukum berlaku asas3 “Ex injuria jus non oritur”. (hukum tidak bisa berasal dari perbuatan melanggar hukum), maka surat Nomor : B-3 Paul Scholten, asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang system hukum
masing-masing, dirumuskan dalam aturan-aturan, perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim, yang
berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya. J.J.H.Bruggink, Refleksi tentang Hukum, (alih bahasa Arief Sidharta, Bandung; Citra Aditya
Bakti,1996,) h.119, dalam Prof.Dr.Agus Yudha Hernoko,S.H.,M.H.,Hukum Perjanjian….h.22.292/Q.1.10.1/Eoh.1/11/2021, tanggal 10 Nopember 2021, hal, Pemberitahuan hasil penyidikan atas nama Tersangka LEONARD RUMAILAL, alias Leo, yang disangka pasal 336 ayat (1) dan atau 335 ayat (1) ke-1 KUHPidana yang menyatakan penyidikan sudah lengkapberdasar hasil penyidikan yang melanggar hukum, (vide lampiran 3) maka surat Kacabjari Ambon di Saparua Nomor : B-292/Q.1.10.1/Eoh.1/11/2021, tanggal 10 Nopember 2021,
cacat hukum dan batal demi hukum, serta tidak memiliki akibat hukum apapun juga terhadap siapapun juga termasuk terhadap LEONARD RUMAILAL, alias Leo. Sehingga semua keadaan LEONARD RUMAILAL, alias Leo, harus dikembalikan kepada keadaan semula sebagai manusia yang bebas dari sangkaan pelanggaran hukum/tuntutan hukum apapun juga. (*)
