Oleh
Erdy Rizal Tualepe
(Ketua Angkatan Mida Hatuhaha Waelapia Pelauw)
Infobaru.co.id, Ambon – Negara berhak melindungi Hak Asasi setiap Warga Negaranya sebagai perwujudan hak
universal dalam kedudukan manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagai Negara yang berdaulat dengan di landasi konstitusi yang merupakan dasar dalam menentukan tujuan pembangunan nasional sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain melindungi segenap
bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
Ikut serta dalam perdamaian dunia.
Hal ini berarti bahwa segenap rakyat yang terhimpun dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke berhak untuk mendapat
perlindungan dari Negara secara berkeadilan dan bermartabat, perlindungan dari ancaman yang
membahayakan, perlindungan dari rasa aman, perlindungan dari berkeyakinan (beragama),
perlindungan akan hak-hak adat masyarakat, dan masih banyak lagi perlindungan yang seharusnya
Negara berikan pada mereka.
Namun menjadi pertanyaan kritis apakah semua Warga Negara telah mendapatkan perlindungan itu..???
Konflik pelauw yang terjadi pada tanggal 12 Februari 2012 telah meluluh lantahkan negerinya, dan mengakibatkan kurang lebih 300 Rumah Terbakar, 6 Korban Jiwawa dan Bahkan Ribuan Orang Mengungsi, yang terdiri dari anak-anak, perempuan, dan Lanjut Usia
(Lansia).
Sampai 1 Dekade (10 Tahun), tidak ada upaya serius dari Pemerintah Daerah dalam menyelesaikan dan mengembalikan pengungsi pelauw ke tempat asalnya. Ini membuktikan bahwa Negara dalam hal ini Pemerintah Daerah telah gagal dalam mengimplimentasikan amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam memberikan perlindungan dan kemakmuran bagi rakyatnya.
10 Tahun masyarakat pengungsi konflik pelauw berjuang mencari keadilan dengan mendatangi semua pemangku kebijakan di daerah ini, mulai Gubernur Maluku, Bupati Maluku Tengah, DPRD Maluku, DPRD Maluku Tengah, KAPOLDA Maluku, PANGDAM XVI
Pattimura, POLRES Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, DANDIM 1504 Binaiya, dan bahkan masih banyak lagi langkah langkah diplomasi yang sudah di tempuh oleh para pengungsi lorban konflik pelauw dalam mencari keadilan di negeri ini, namun tak satupun membuahkan hasil.
Padahal jika di hubungkan dengan rentetan konflik yang terjadi pada beberapa wilayah di Kabupaten Maluku Tengah misalnya konflik Hitu lama–Hitu Messing, Porto – Haria, Mamala – Morela, Seith – Negeri Lima, Pelauw-Kailolo, dan lain-lain dengan tanggap dan penuh
kepedulian Pemerintah Daerah Maluku dan Maluku Tengah dengan serius menyelesaikan persoalan di atas secara tuntas dan puncaknya dengan melaksanakan deklarasi perdamaian di negeri Mamala-Morela.
Namun ada apa dengan penyelesaian pengungsi konflik pelauw sampai berkepanjangan selama 10 Tahun ???? Sungguh ironis. Tidak ada inisiatif dan pro aktif dari Pemda Maluku Tengah dan Pemerintah Provinsi Maluku untuk segera memulangkan pengungsi ke tempat asalnya di Negeri Pelauw, sesuai amanat Undang-Undang No 7 Tahun 2012tentang Penanganan Konflik Sosial.
Bahwa sudah 10 Tahun konflik sosial berlalu, Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah tidak ada progress atau kemajuan apapun dalam memulangkan pengungsi pelauw dan menyelesaikan konflik pelauw apakah sikap diam dan penelantaran pengungsi oleh Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah ini adalah upaya pembiaran dan merawat konflik yang ada di desa pelauw?
Maka dari itu MASA AKSI menyalurkan aspirasi kepada DPRD Provinsi Maluku agar Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dan pihak terkait dalam hal ini Kepala Pemerintahan Negeri Pelauw juga selaku Anggota DPRD Provinsi Maluku (Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku) untuk segera melakukan proses rekonsiliasi yaitu memanggil kedua belah pihak duduk dalam meja perunding guna membahas kesepakatan perdamaian.
DPRD PROVINSI Maluku menindaklanjuti aspirasi dengan sesegera mungkin, peran dan kinerja Pemerintah Provinsi Maluku untuk menjalankan Proses Rekonsiliasi dengan memanggil dan mempertemukan para pihak yakni masykarakat Pengungsi Pelauw (perwakilan) dan Kepala Pemerintahan Negeri Pelauw Untuk bersama-sama mencari solusi dan langkah-langkah konstruktif untuk mencapai kesepakatan perdamaian dan penyelesaian yang humanis.
Harapan kita semua adalah penyelesaian konflik sosial Pelauw dapat terwujud dalam waktu dekat dan menjadi
perhatian dan prioritas utama Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah, sehingga seluruh warga masyarakat Pelauw dapat kembali hidup bahagia lahir dan batin di Negeri Pelauw.
*Rekonsiliasi sesuai dengan amanat Pasal 37 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan
rekonsiliasi antara para pihak dengan cara: a. perundingan secara damai; b. pemberian restitusi;
au c. pemaafan. (2) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial atau Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial.
Bahwa DPRD Provinsi Maluku harus mendorong dan menekan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah agar melakukan langkah-langkah yang telah di diatur oleh Undang-Undang No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dan langkah-langakh serta tahapan-tahapan Pemulihan pasca Konflik sesuai dengan bunyi Pasal 36 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah
berkewajiban melakukan upaya Pemulihan Pascakonflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan,
dan terukur.
(2) Upaya Pemulihan Pascakonflik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. rekonsiliasi; b. rehabilitasi; dan c. rekonstruksi. Junto PP 2 tahun 2015 Pasal 54 Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban melakukan pemulihan pascakonflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur sesuai dengan kewenangannya.DPRD Provinsi Maluku segera mendorong Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah untuk melakukan upaya Rekonsiliasi antara kedua belah pihak agar perdamaian cepat dirasakan oleh para pihak.
Rekonsiliasi sesuai dengan amanat Pasal 37 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan rekonsiliasi antara para pihak dengan cara: a. perundingan secara damai; b. pemberian
restitusi; dan/atau c. pemaafan. (2) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dengan Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial atau Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial.
Bahwa MASA AKSI menanti langkah-langkah DPRD Provinsi Maluku supaya mendorong Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah untuk melakukan upaya Rehabilitasi sesuai dengan bunyi dalam Pasal 38 (1) Pemerintah dan
Pemerintah Daerah melaksanakan rehabilitasi di daerah pascakonflik dan daerah terkena dampak
Konflik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b, sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya. (2) Pelaksanaan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pemulihan psikologis korban Konflik dan pelindungan kelompok rentan;
b. pemulihan kondisi sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketertiban;
c. perbaikan dan pengembangan lingkungan dan/atau daerah perdamaian;
d. penguatan relasi sosial yang adil untuk kesejahteraan masyarakat;
e. penguatan kebijakan publik yang mendorong pembangunan lingkungan dan/atau daerah perdamaian berbasiskan hak masyarakat;pemulihan ekonomi dan hak keperdataan, serta peningkatan pelayanan pemerintahan;
g. pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus;
h. pemenuhan kebutuhan dan pelayanan kesehatan reproduksi bagi kelompok perempuan;
i. peningkatan pelayanan kesehatan anak-anak; dan
j. pemfasilitasian serta mediasi pengembalian dan pemulihan aset korban Konflik.Bahwa MASA AKSI berharap DPRD PROVINSIS MALUKU dapat segera
memulangkan pengungsi pelauw sesuai denga tahapan-tahapan pemulihan pasca konflik yang
sudah di atur dalam UU No 7 Tahun 2012 tentang Penangan Konflik Sosial, agar DPRD Provinsi
Maluku dapat mendorang pemerintah Maluku tengah untuk menjalankan tahapan pemulihan pasca
konflik yakni rekonstruksi agar supaya masyarakat pengungsi pelauw bisa pulang dan
membangun kembali rumah pribadi dan rumah adat yang terbakar akibat konflik social pelau 2012
sesuai dengan amanat UU Rekonstruksi Pasal 39 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah
melaksanakan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf c sesuai dengan
tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya. (2) Pelaksanaan rekonstruksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di lingkungan dan/atau daerah pascakonflik;
b. pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan, dan mata pencaharian;
c. perbaikan sarana dan prasarana umum daerah Konflik;
d. perbaikan berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi;
e. perbaikan dan penyediaan fasilitas pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus;
f. perbaikan dan pemulihan tempat ibadah.
Bahwa terkait penelantaran Negara dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah telah melakukan dua pelanggaran hak asasi manusia. Pertama act by commission Pelanggaran kedua adalah pembiaran atau act by omission Bahwa MASA AKSI mendorong DPRD Provinsi Maluku untuk segera melakukan upaya
untuk menyelesaikan konflik serta mendamaikan kedua belah pihak dengan cara KELEMBAGAAN DAN MEKANISME PENYELESAIAN KONFLIK sesuai dengan bunyi Pasal 40 Kelembagaan penyelesaian Konflik terdiri atas Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pranata
at dan/atau Pranata Sosial, serta Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial. Agar secepatnya
pemerintah Maluku tengah dapat menjalankan undangan-undang no 7 tahun 2012 tentang
penanganan konflik sosial. DAN SEGERA MERUMUSKAN DAN MENJALANKAN
LANGKAH-LANGKAH MEKANISME PENYELESAIAN KONFLIK.
Dalam rangka mengevaluasi penanganan pengungsi konflik pelauw yang telah memasuki 1 Dekade (10 Tahun) dengan ini kami akan melakukan aksi pendudukan tahan lama di kantor DPRD Provinsi Maluku Sebagai bentuk penuntutan tanggung jawab Negara terhadap Penyelesaian Pengungsi Konflik Pelauw Adapun tuntutan kami sebagai berikut :
1. Meminta Presiden Republik Indonesia selaku Kepala Negara dan Menteri Dalam
Negeri untuk menginterfensi penyelesaian pengungsi konflik pelauw.
2. Mendesak DPRD Provinsi Maluku untuk Memanggil BUPATI MALUKU TENGAH
dan KEPALA PEMERINTAHAN NEGERI PELAUW (R.E. LATUCONSINA) yang
juga sebgai Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku untuk segera memulangkan pengungsi
sesuai dengan aturan main Negara yakni diatur dalam UU No 24 Tahun 2007 Tentang
Bencana dan UU No 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial.
3. Mendesak DPRD Provinsi Maluku Segera Memanggil STAKE HOLDER TERKAIT
yakni GUBERNUR MALUKU, PANGDAM XVI PATTIMURA, KAPOLDA MALUKU, DAN BUPATI MALUKU TENGAH untuk kemudian bisa mencari solusi bersama dan solusi yang sudah jelas-jelas diatur dalam UU No 24 Tahun 2007 Tentang Bencana dan UU No 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial.
4. Menuntut DPRD Provinsi Maluku, Gubernur Maluku, Bupati Maluku Tengah dan DPRD
Kabupaten Maluku Tengah HARUS PRO AKTIF DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL PELAUW, juga SEBAGAI MEDIATOR DAN FASILITATOR
DALAM MEMPERTEMUKAN KEDUA BELAH PIHAK DALAM SATU MEJA PERUNDINGAN SECARA RESMI. BERDASARKAN ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU merujuk pada UU Bencana Dan UU Penanganan Konflik Sosial.
5. Menuntut Harus ada UPAYA DAN SOLUSI KONGKRIT serta LANGKAH KONGKRIT dari DPRD Provinsi Maluku dan Gubernur Maluku untuk memulangkan Pengungsi dan DPRD Provinsi Maluku dan Gubernur harus turun melakukan investigasi di Lapangan tempat pengungsian.
6. APABILA TUNTUTAN KAMI TIDAK DI PENUHI OLEH PIMPINAN DPRD PROVINSI MALUKU, MAKA TEMPAT PENGUNGSIAN TERAKHIR KAMI ADALAH DI GEDUNG RAKYAT. (*)