Oleh
Harlin Turiah
(Peneliti Kantor Bahasa Provinsi Maluku)
Tak bisa dimungkiri, Indonesia memiliki beragam kebudayaan. Keberagaman kebudayaan itu terbentang dari wilayah paling barat Indonesia, Sabang, hingga paling timur Indonesia, Merauke, dari paling utara Indonesia, Pulau Miangas, hingga paling selatan Indonesia, Pulau Rote.
Keberagaman itu pula terdapat pada bahasa yang tak terpisahkan dari kebudayaan itu sendiri. Keberagaman bahasa di Indonesia terlihat dari adanya jumlah bahasa yang begitu banyak yaitu 718 bahasa.
Jumlah tersebut sekaligus memosisikan Indonesia sebagai negara terbanyak kedua bahasa daerah yang ada di dunia setelah negara Papua Nugine. Kebanyakan bahasa-bahasa daerah yang terdapat di Indonesia tersebut berasal dari wilayah timur Indonesia seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
Berdasarkan publikasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, di Provinsi Maluku terdapat 62 bahasa daerah. Jumlah bahasa itu masih mungkin akan bertambah seiring dengan pendataan dan analisis pemetaan bahasa daerah di Maluku yang dilakukan oleh peneliti Kantor Bahasa Provinsi Maluku.
Jika dilihat per provinsi, jumlah bahasa di Provinsi Maluku terbanyak ke empat setelah Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Bahasa-bahasa daerah yang ada di Maluku tersebut adalah bahasa Alune, Ambalau, Asilulu, Balkewan, Banda, Barakai, Batuley, Bobat, Boing, Buru, Damar Timur, Dawelor/Dawelar, Dobel, Elnama, Emplawas, Fordata, Hoti, Illiun, Kaham, Kayeli, Karey, Kei, Kola, Kompane, Kur, Leinam, Letti, Lola, Loon, Luhu, Makatian, Marlasi, Marsela Barat, Marsela Tengah, Marsela Timur, Masarete, Melayu, Moa, Naulu, Nila, Oirata, Oroyliye, Piliana, Piru, Salas, Sawai/Saleman, Samasuru, Selaru, Seluwarsa, Seran, Serili, Serua, Tagalisa, Tarangan Barat, Tarangan Timur, Telaah Babar Barat, Teon, Wemale, Woda-Woda, Yalahatan, Yamdena, dan Yatoke. Bahasa-bahasa daerah di kabupaten/kota di Maluku tersebar di semua kabupaten/kota yang meliputi Kabupaten Maluku Barat Daya sebanyak 14 bahasa daerah, Kabupaten Kepulauan Aru sebanyak 11 bahasa daerah, Kabupaten Maluku Tengah sebanyak 11 bahasa daerah, Kabupaten Seram Bagian Timur sebanyak 8 bahasa daerah,
Kabupaten Buru sebanyak 4 bahasa daerah, Kabupaten Seram Bagian Barat sebanyak 4 bahasa daerah, Kabupaten Kepulauan Tanimbar 4 bahasa daerah, Kabupaten Maluku Tenggara sebanyak 2 bahasa daerah, Kabupaten Buru Selatan sebanyak 2 bahasa daerah, Kota Tual sebanyak 2 bahasa daerah, dan Kota Ambon sebanyak 2 bahasa daerah. Selain itu, terdapat beberapa bahasa daerah di Maluku yang dituturkan tidak hanya di kabupaten/kota tertentu, tetapi juga digunakan sebagai bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari di kabupaten/kota lain.
Bahasa Kei yang dituturkan di Kabupaten Maluku Tenggara, juga dituturkan di Kota Tual dengan jumlah penutur yang begitu banyak. Begitu pula bahasa Buru yang dituturkan di Kabupaten Buru, juga dituturkan pada sebagian besar masyarakat di Kabupaten Buru Selatan. Bahasa Asilulu yang ada di Kabupaten Maluku Tengah, juga berdialek (saling paham) dengan bahasa daerah yang dituturkan di Desa Elpaputih Kabupaten Seram Bagian Barat, serta juga berdialek (saling paham) dengan bahasa daerah yang ada di Negeri Laha Kota Ambon. Tidak hanya itu, terdapat beberapa bahasa daerah yang ada dan dituturkan dalam komunikasi sehari-hari di pulau-pulau terselatan Maluku digunakan pula di Negara Timor Leste dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Bahasa-bahasa daerah tersebut seperti bahasa Uspisera (sedang diusulkan sebagai bahasa sendiri) yang berada di Desa Ustutun Pulau Lirang adalah juga dipakai dalam komunikasi sehari-hari di Pulau Atauro Timor Leste. Begitu pula bahasa Makasai yang dituturkan di Matahoi, Uma Uain Craic, Tirilolo, Afasa, dan beberapa daerah lain di Timor Leste juga memiliki kesamaan bahasa daerah yang ada di Maluku Barat Daya. Bahasa Woirata di Pulau Kisar merupakan satu-satunya bahasa daerah di Maluku yang berkategori rumpun Non-Austronesia (rumpun bahasa Papua).
Bahasa Woirata juga dipakai di daerah Alor, Timor, dan Pantar Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tampaknya, meskipun kita memiliki keberagaman bahasa seperti yang telah disampaikan pada awal tulisan ini, fenomena suatu bahasa daerah pada suatu wilayah tertentu yang digunakan secara bersama di daerah bahkan negara lain juga menjadi sebuah penanda bagi kita bahwa bahasa juga dapat menembus ruang dan waktu. Kondisi serupa itu tidak hanya terjadi pada bahasa-bahasa daerah di Maluku, tetapi juga terjadi pada bahasa-bahasa lain di Indonesia bahkan bahasa-bahasa lain di dunia. Bahasa Jawa di Indonesia ternyata juga dituturkan pada sebagian masyarakat di Negara Suriname.
Bahasa Melayu yang kemudian menjadi cikal bakal bahasa Indonesia yang kita gunakan sebagai bahasa negara sekarang ini juga dituturkan di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura, hingga Pattani Thailand.
Secara alamiah tanpa reka cipta, bahasa pun tidak mengenal tapal batas geografi masing-masing pihak yang kadang-kadang mengedepankan ego dan kaveling sendiri-sendiri. Sungguh bahasa itu adalah perekat sendi-sendi kultur dan sosial kemasyarakat. (*)