Infobaru.co.id, Ambon – Tim penyidik Kejaksaan Negeri Ambon yang diketuai Kasipidsus Kejari Ambon Ruslan Marasabessy terus memburu saksi-saksi kasus ADD dan DD Haruku Kecamatan Pulau Haruku Kab. Maluku Tengah.
Kasus memasuki tahap penyidikan, kendati penerapan PPKM, tim penyidikan terus melalukan pemeriksaan saksi-saksi di Polsek Salahutu sejak Senin kemarin hingga kini.
“Kasus ADD Haruku masuk tahap penyidikan, untuk itu pemeriksaan saksi oleh jaksa sejak Senin kemarin dilaukan pemeriksaan di Polsek Tulehu karena PPKM sehingga saksi tidak bisa ke Ambon,” ungkap Kejari Ambon Frits Dian Nalle kepada wartawan saat jumpa pers di kantor Kejari Ambon tadi pagi.
Dirinya berharap agar kasus ini cepat diselesaikan dalam waktu dekat, kendati kondisi Covid-19 dimana kota Ambon masuk zona merah.
“Kota Ambon sekarang kembali zona merah, namun tidak menghalangi tim jaksa untuk melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi untuk mempercepat penanganan kasus tersebut,” jelasnya.
Untuk diketaui, Tim Inspektorat Kabupaten Maluku Tengah sudah melakukan pemeriksaan terkait kasus Dana Desa (DD) dan Dana Alokasi Desa (ADD) di Desa Haruku sejak tanggal 6 – 10 Desember 2019 silam.
Pemeriksaan ini atas rekomendasi Kejaksaan Negeri Ambon atas laporan warga terkait dugaan korupsi dana miliaran rupiah tahun 2017-2018.
Dugaan korupsi yang dilakukan Kepala pemerintahan negeri Haruku Zefnat Ferdinandus Cs patut diproses hukum untuk mempertanggungjawabkan dana tersebut.
Ironisnya, tim yang tediri dari empat orang itu hingga kini hasil pemeriksaan sudah mencapai dua bulan belum juga dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Ambon, ada apa dibalik laporan ini ?.
Raja Negeri Haruku dalam pengelolaan AD dan ADD tahun 2017-2018 diduga banyak fiktif, sementara LPJ 100 persen dikerjakan.
Seperti kasus BPJS tahun 2017 sebanyak 83 orang dengan anggaran sebanyak Rp 22.908.000 dan BPJS tahun 2018 sebanyak 234 orang tanpa nama namun anggaran Rp 64.584.000.
“Pasalnya BPJS kelas ekonomi yang ditetapkan Negari Haruku sebesar Rp 23.000 sementara standar nasional pemerintah untuk ekonomi 25.500. Sementara nama-nama penerima BPJS tahun 2017-2018 fiktif,” ungkap salah satu sumber media ini.
Dirinya menambahkan dalam kasus bantuan rumah tahun 2018, dimana material baru datang 31 Juni 2019 sebesar Rp 135.330.000.
“Bantuan rumah tidak layak huni tahun 2018 dananya dikemanakan, sehingga bisa pakai dana tahun 2019 untuk menutupi tahun 2018,” tudingnya.
Mirisnya lagi, lanjut sumber tersebut mengungkapkan pada pengumuman baliho 2019 dimana silva 2018 sebesar 282.755.135.
“Jika sisa uang kenapa tidak membeli yang anggaran 2018 yang tidak dikerjakan. Mirisnya lagi hasilnya di rekening desa dimana silvana yang di tampilkan itu tidak ada alias bodong,” tudingnya.
Bantuan pangan satu ton beras tahun 2018 sebesar Rp. 10.361.679 dalam RAB dalam realisasi sementara masyarakat tidak pernah menerima beras dari aparat desa.
“Klu ada bantuan beras satu ton, beras itu di
Bawah kemana, dalam RAB dan realisasi semuanya fiktif,” ujarnya.
Untuk itu dirinya mengharapkan inspektorat maluku tengah secepatnya memberikan hasil laporan temuan di Desa Haruku yang sudah dilakukan pemeriksaan.
“Kami mengharapkan inspektorat untuk segera memberikan hasil pemeriksaan di Kejati Maluku, untuk lebih cepat proses penanganan yang dilakukan Kejari Ambon,” harapnya. (Ipu)