Oleh Heuwa Sangadji, S.Pd
(Mahasiswa PPG Universitas Negeri Yogyakarta 2021, Guru BK SMA Negeri 11 Ambon)
Undang-Undang system pendidikan nasional No 20 tahun 2003, mengamanatkan bahwa pendidikan mengehendaki keseimbangan antara Kwantitas dan Kwalitas. Pembangunan manusia pada bidang pendidikan tidak hanya menekankan pada indicator seperti Jumlah Guru, Jumlah siswa, sarana prasarana yang tersedia ( Buku di perpustakaan, Ruang kelas dengan berbagai media perangkat belajar yang lengkap), namun juga pembangunan Kwalitas perlu diperhatikan.
Pengertian pembangunan secara kwalitas khususnya pada bidang pendidikan lebih menekankan pada mutu guru, mutu siswa, cara memanfaatkan media belajar yang semuanya akan membentuk kwalitas berpikir guru maupun dari siswa. Secara Mikro, pola pikir yang berkwalitas dari guru akan membentuk pola pikir kwalitas siswa, artinya mutu lembaga pendidikan atau sekolah, pionernya ditentukan mulai dari kwalitas guru.
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.
Terdapat 3 jenis guru di lembaga pendidikan yakni: guru kelas (yang berkarir pada Sekolah Dasar), Guru mata pelajaran, dan Guru Bimbingan Konseling. Di sekolah guru memiliki predikat yang berbeda-beda, ada guru Honorer, guru PNS yang belum sertifkasi dan Guru yang bersertifikat atau guru sertifikasi yang disebut guru professional, mengapa? Karena guru jenis ini telah layak dan diakaui secara de jure oleh pemerintah, karena itu guru professional adalah guru yang memiliki (1) keterampilan bertanya (2) pendekatan dan metode pembelajaran (3) menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan (4) keterampilan membimbing Keberhasilan Peserta Didik (5) keterampilan Memberi Penguatan dan (6) keterampilan berinovasi dan pengembangan diri
Di era Pandemi yang melanda dunia, mulai berdampak pada dunia pendidikan. Di Indonesia mulai memberlakukan Blended Learning atau Pembelajaran Jarak jauh/Belajar dalam Jaringan Daring dipadukan dengan Belajar di Luar jaringan Luring. Sejak Pandemic menguasai Indonesia pada awal Maret 2020, sejak itu pula, pemerintah mengultimatum agar UN untuk seluruh siswa di Indonesia ditiadakan alias tidak ada Ujian Nasional. Dari sinilah cikal bakal pembelajaran jarak jauh diberlakukan.
Situasi pun mulai berubah, Pandangan siswa dan orang tua yang tidak terbiasa dengan pola blended learning mulai panic dan sedikit mencurigai pada kondisi dan pola belajar yang disajikan pemerintah tersebut. Akibatnya banyak peserta didik stress,mereka menghindari belajar yang menurut mereka sangat membosankan, tidak sedikit guru Mata pelajaran mengeluhkan presensi peserta didik yang kehadirannya menghawatirkan.
Kondisi seperti ini pada wal-awal hingga akhir 2019, begitu menghawatirkan baik dari guru, orang tua, dan pemerhati pendidikan yakni para stakeholder yang agak pesismis melihat perkembangan yang ada. Ketika memasuki awal tahun 2020, Kehadiran siswa mulai membaik, mereka mulai peduli pada keadaan mereka, kondisi ini mengisyaratkan bahwa peserta didik mulai beradaptasi pada situasi-situasi sulit yang awalnya difficult dan lama kelamaan mereka mulai terbiasa dan belajar dari kesalahan.
Kahadiran guru adalah kewajiban mutlak dalam pelayanan pendidikan. Guru BK mulai membuat asesmen yang berimplikasi pandemic. Alih-alih DCM (Daftar Cek Masalah) atau AKPD dan AUM (Alat Ungkap Masalah). Guru BK menyusun instrument tersendiri,yakni sebuah asesmen sesuai kondisi pandemi saat ini. Dari asesmen , maka formula kebutuhan siswa dapat terbaca, selanjutnya guru BK membuat Resep.
Semua proses Pembelajaran yang dilakukan guru termasuk Prognosa awal guru BK adalah via daring atau Belajar Jarak Jauh. Kendalanya banyak dan tak semudah membalik telapak tangan. Contohnya: ketika guru BK harus mengedarkan dan mengumpulkan asesmen melalui google form, tak semua siaswa mendapatkan informasi ini, padahal untuk mendiagnosa sebuah problem , membutuhkan data yang akurat dan lengkap artinya semua peserta didik harus dijangkau.
Situasi seperti ini membuat guru BK harus Luring-home visit, Tujuannya adalah memperoleh secara nyata data yang diperlukan untuk memecahkan sebuah problem.
Sekali mendayung dua tiga pulau terlewatkan, inilah metafora, saya sebagai guru BK SMAN 11 Ambon, Disaat Luring-home visit, kesempatan ini saya manfaatkan untuk melakukan BKK Konseling Keluarga, banyak manfaat positif dari orang tua yang saya rasakan. Disanalah pengentasan problem di mulai yang pula membutuhkan kolaborasi orang tua atau kerabat lainnya.
Setelah analisis Kebutuhan diperoleh, berikutnya adalah gambaran perioritas yang presentasenya hampir sama, membuat guru BK kewalahan dalam menentukan perioritas, disela-sela ini membutuhkan kecermatan yang tajam dan jitu. Masalah utama yang menjadi katarsis adalah Stress saat menerima pelajaran. Banyak peserta didik yang hingga akhir semester belum memahami dan mengerti materi via Chat kiriman Guru.
Sebagai guru BK kolaborasi dengan guru Matapelajaran mutlak dilakukan, bukti kolaborasi dibuat dan ditandatangani bersama pertanda kontrak, peserta didik yang mempunyai problem pada area ini diberikan remedy, pada kondisi ini membutuhkan identifikasi peserta didik yang telitih agar tidak salah mendiagnosa.
Pada Kasus lainnya, orang tua banyak mengeluhkan kesehatan anaknya. Peserta didik keseharian harus melihat dan memonitor perangkat computer atau android, jadwal Belajar Senin – Sabtu dimulai pukul 08.00 – 11.25 WIT. Keluhan yang muncul adalah kesehatan Mata dan kondisi fisik lainnya, Menurut orang tua, pengaruh melihat android terus menerus mengakibatkan sakit kepala dan pusing. Guru BK kemudian memberikan Counseling dengan berbagai teori dan pendekatan. Hal seperti ini kami lakukan terus menerus. Hasil yang diharapkan tentunya agar peserta didik dapat berkembang secara optimal.
Kami percaya sepenuhnya dengan kondisi dan keluhan sakit yang dikeluhkan, tetapi sebagai guru BK pendampingan dalam Konseling mutlak diberikan, mengapa? karena kami percaya pula bahwa terkadang sakit yang kita keluhkan bukan berasal dari keadaan fisik atau sesuatu hubungan yang mengakibatkan sakit fisik, tetapi terkadang sakit yang menghampiri juga berasal dari cara berpikir kita, cara kita menerima kondisi dan mengadaptasikannya, bahkan juga cara kita menjudge mental kita sendiri. Inilah sebagian kecil asumsi sehingga pelayanan Konseling menjadi siaga.
Pada awal 2021, perkembangan pandemi belum juga usai, kondisi ini membuat pola belajar blended learning semakin awet, bersamaan ini masalah siswa semakin kompleks, tidak hanya keluhan pada masalah belajar atau akademik, tetapi menjalar ke masalah psikologis lainnya, seperti hasrat gregariousness remaja ingin berkelompok, haus akan pertemanan yang mereka tidak dapatkan selama kurang lebih 2 tahun berturut-turut.
Hasrta Remaja dalam hal ini peserta didik, untuk berinteraksi dengan teman-teman dan lingkungannya,tentu bertentangan dengan orang tua yang menghawatirkan kesehatan anaknya ketika pergaulan diluar. Kondisi seperti ini menjadi konflik internal antara orang tua dan anak-anak mereka. Melihat kondisi ini Guru BK memiliki posisi strategis untuk meng guide dan atau memberikan bantuan konseling.
Kondisi yang semakin menghawatirkan ketika bulan Juli 2021 atau tahun ajaran baru. Janji pemerintah, dimana sekolah tatap muka dimulai, tetapi apa yang terjadi saat ini?, lagi-lagi bagai pungguk merindukan bulan, harapan yang dinantikan oleh peserta didik belum dapat terwujud yakni mereka berharap untuk masuk sekolah di bulan Juli 2021 khususnya di Kota Ambon.
Chat di WA mulai membanjir. Mungkin saat ini liburan sekolah. , namun layanan konseling tetap synchronous, Kami berharap situasi pandemic cepat pulih. (*)