Infobaru.co.id, Ambon – Transparansi penerimaan dana pengkleman BPJS pasien Covid-19 yang di ungkapkan Direktur RSUD Ishak Umarela dr. Dwi Murti Nuryati menuai kontroversi.
Dalam rapat umum dengar pendapat dengan semua pegawai Di RSUD Ishak Umarela yang di hadiri Kadis Kesehatan Provinsi Maluku dr. Meikyal Pontoh berbeda dengan paparannya di DPRD Provinsi Maluku.
Dalam rapat dengar pendapat yang dilaporkan Direktur kepada Kadis Kesehatan bahwa pengambilan dana jasa pengkleman dari kas daerah dari Rp. 12,1 miliar hanya 40 persen sebesar Rp 5 miliar lebih.
“Dana yang sudah di kirim dari Kementrian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan provinsi Maluku sebesar Rp. 12 miliar lebih, dana tersebut kemudian di serahkan di kas daerah,” ungkap Kadis saat rapat pendapat belum lama ini.
Kadis menambahkan pihak RSUD kemudian meminta dana pengkleman BPJS pasien Covid-19 sebanyak 40 persen jasa dan 60 persen operasional berdasarkan peraturan menteri kesehatan nomor 44 tahun 2014.
Namun saat dengar pendapat dengan DPRD Maluku, jasa pengkleman BPJS pasien Covid-19 di RSUD Umarella sebesar Rp. 12,1 miliar untuk periode 11 Juni s/d 26 Juli 2020.
Dana diterima dari kas daerah provinsi Maluku sebesar 50 persen yakni Rp. 6,4 miliar untuk tenaga medis, tim rekam medik, perawat non COVID, penunjang tim COVID, penunjang non COVID, supir satpam dan cleaning service.
Terkait perbedaan tersebut ada selisih dana pengkleman BPJS sebesar Rp 1 miliar lebih. Saat di konfirmasi dengan Kadis Kesehatan kemarin mengungkapkan mendapat laporan dari direktur dr. Dwi Murti Nuryati.
“Coba nyong tanya lansung ke direktur, karena direktur lapor ke beta seperti itu,” ungkap Kadis melalui WA kemarin.
Sementara itu direktur RSUD Ishak Umarella di Tulehu membantah apa yang diungkapkan itu semuanya tidak benar.
“Seng benar, Beta jelasksn itu tidak benar beritanya,” singkatnyan melalui SMS tadi siang. (Ipu)